71
Hati Lu Sin Kong merasa heran. Sedangkan Sebun lt Nio
langsung bertanya dengan nada tajam,
"Siapa yang memerintahkan kalian untuk menunggu kami
di sini?"
Pelayan itu tertawa cekikikan.
"Tuan besar itu berpesan, hamba tidak boleh mengatakan
apa-apa. Hamba bilang, kalau Tuan memaksa hamba bicara,
mana mungkin Lu Toaya akan melepaskan hamba begitu saja?
Tuan besar itu berkata, tidak perlu takut, Lu Toaya dan Lu
Toanio merupakan tokoh-tokoh yang berjiwa besar, mereka
tentu tidak gentar menghadapi. undangan ini. Tuan dan
Nyonya berdua, silakan. Semuanya sudah hamba persiapkan
dengan rapi," sahutnya.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio saling memandang. Mereka
sadar, kalau mengikuti kedua pelayan ini, mungkin akan
terjadi pula hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi, orang yang
tidak bersedia menyebutkan identitasnya itu telah
mengucapkan kata-kata tadi, maka kalau mereka menolak
ikut, bukankah mereka akan menjadi bahan ejekan orangorang
di dunia Bulim?
Rasanya di kota seramai itu, lagipula di siang bolong
seperti ini tidak mungkin terjadi apa-apa. Maka, mereka
segera mengangukkan kepalanya sambil menyahut,
"Baiklah, silakan kalian tunjukkan jalannya!"
Kedua pelayan itu segera mengambil alih tali kendali kuda
tunggang mereka dengan penuh semangat, lalu berjalan lebih
dulu di depan.
72
Saat itu matahari baru menyingsing. Suasananya masih
dingin dan menyegarkan. Setelah melintasi jalan raya dan
melewati sebuah tikungan, tampaklah sebuah losmen yang
besar sekali.
"Inilah rumah penginapan hamba," kata pelayan tadi.
Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio turun dari kudanya dan
masuk ke dalam rumah penginapan. Ternyata ada pula yang
keluar menyambut mereka. Setelah melalui ruangan depan,
mereka sampai di sebuah teras terbuka. Si pelayan mengajak
mereka menuju kamar di sebelah utara. Kedua kamar itu
saling berhubungan, jadi ada pintu yang menembus di
dalamnya.
Pelayan itu membukakan pintunya sambil berkata,
"Silakan masuk, kalau ada keperluan apa-apa, panggil
saja. Semuanya sudah dibayar oleh Toaya itu."
Lu Sin Kong mendengus satu kali. Dia juga mengibaskan
tangannya.
"Tidak ada apa-apa lagi. Kalau tidak dipanggil, jangan
sembarang masuk ke kamar kami!" perintahnya.
Sambil berbicara, mereka melangkah masuk ke kamar.
Dekorasi kamar itu indah sekali. Di sebelah timur terdapat
sebuah tempat tidur yang besar. Di tengah-tengah ruangan
ada meja dan bangku yang alasnya terbuat dari batu pualam.
Sedangkan kaki meja dan sandaran bangkunya terbuat dari
kayu jati yang diukir dengan halus.
Begitu merapatkan pintu kamar, Lu Sin Kong segera
melakukan pemeriksaan di dalamnya. Sedangkan Sebun It Nio
73
menguakkan jendela lalu melongokkan kepalanya keluar.
Pandangan matanya mengedar untuk melihat apakah ada
orang yang gerakgeriknya mencurigakan, namun tidak terlihat
bayangan seorang pun. Hati keduanya terasa gundah. Mereka
tidak dapat menerka siapa orangnya yang mengatur semua
ini, dan apa pula maksud orang itu.
Keduanya duduk di sisi meja. Lu Sin Kong mengeluarkan
kotak kayu dari balik pakaiannya. Sekali lagi Sebun It Nio
melepaskan kertas segel yang terdapat di atas kotak kayu itu.
Dia ingin memeriksa dengan teliti apakah ada rahasianya atau
tidak.
Hampir setengah kentungan lamanya mereka mengutakatik
kotak itu, tampaknya hanya sebuah kotak biasa saja, tidak
ada keistimewaan apa-apa. Tapi kalau dibilang tidak ada
keistimewaannya, mengapa sepanjang jalan begitu banyak
tokoh hitam dan putih yang mengintil di belakang mereka?
Semakin dipikir, keduanya semakin tidak habis mengerti.
Kotak itu disimpan kembali. Baru saja mereka bermaksud
memanggil pelayan untuk memesan makanan, tiba-tiba
terdengar suara ketukan pintu,
"Lu Toaya, hidangan sudah datang!" Terdengar pula suara
pelayan tadi.
Lu Sin Kong dan istrinya saling memandang sekilas. Dalam
hati mereka terlintas pikiran yang sama, Tampaknya si
pelayan sudah memperhitungkan segalanya dengan matang.
"Masuk!" sahut Lu Sin Kong.
Tampak si pemilik rumah penginapan melangkah masuk
bersama dua orang pelayannya. Hidangan yang disuguhkan
74
berupa masakan yang mewah. Ketika kedua pelayan
menyiapkan peralatan makan, ternyata mangkok dan sumpit
yang disediakan ada tiga pasang.
"Siapa orang yang satunya lagi?" tanya Sebun lt Nio.
"Toaya yang menyuruh hamba menunggu kedatangan
Tuan dan Nyonya berdua. Sebentar Iagi beliau akan tiba,"
sahut si pelayan.
Kembali hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio dilanda
perasaan berat. Mereka juga khawatir di dalam sayuran dan
arak telah ditaruh racun sehingga mereka tidak berani
menyentuhnya sama sekali.
Belum lama si pemilik penginapan dan pelayannya keluar,
dari depan pintu terdengar pula seruan seseorang,
"Lu Cong Piau Tau, Lu Hujin, aku yang rendah Toan Bok
Ang mohon bertemu!"
Brakk! Pintu kamar terbuka dengan sendirinya, kemudian
tampak seseorang menjatuhkan dirinya berlutut. Karena
situasi yang mencurigakan, hati Lu Sin Kong maupun Sebun It
Nio sudah dipenuhi rasa anti pati. Maka, mereka tidak
membalas penghormatan orang itu, malah Sebun It Nio
menyahut dengan nada dingin,
"Sahabat tidak perlu banyak adat."
Orang itu mendongakkan kepalanya. Lu Sin Kong dan
Sebun It Nio langsung terpana. Rupanya usia itu masih muda
sekali, paling banter enam belas atau tujuh belas tahun,
dandanannya seperti para pelajar. Jubahnya berwarna hijau,
bagian atasnya disulam dengan gambar bambu-bambu
75
berwarna hijau pupus. Raut wajahnya berbentuk kuaci, alisnya
bagus, matanya bening, hidungnya mancung dengan bibir
yang tipis. Tampaknya sulit diuraikan dengan kata-kata.
Melihat orang yang datang ternyata seorang pemuda yang
begitu tampan dan rapi penampilannya, rasa permusuhan
dalam hati mereka sudah berkurang sebagian. Bahkan nada
suara Sebun It Nio juga jauh lebih lembut dari sebelumnya.
"Saudara mengundang kami di sini, entah ada maksud
apa? Silahkan utarakan secara ringkas!"
Pelajar muda yang mengaku bernama Toan Bok Ang itu
berubah merah padam wajahnya,
"Kalian berdua pasti menyalahkan kelancangan Boanpwe
yang tidak menerangkan maksud sebelumnya, tapi Boanpwe
sendiri juga melakukannya karena terpaksa. Mohon kalian sudi
memaafkan!" katanya.
Sambil berbicara, dia maju beberapa langkah Ialu
menuangkan arak ke dalam cawan.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio hanya memegangi cawan
masing-masing tanpa memperlihatkan niat untuk
meneguknya. Toan Bok Ang tersenyum.
"Cayhe Toan Bok Ang, walaupun tidakanku kali ini
memang mencurigakan, tapi aku bukan macam manusia yang
suka menaruh racun dalam arak untuk mencelakai orang.
Kalian berdua tidak perlu khawatir." Selesai bicara, dia
langsung menuangkan secawan arak lalu langsung diminum di
hadapan kedua orang itu.
76
Tapi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tetap tidak meneguk
araknya.
"Tidak perlu bicara yang bukan-bukan. Ada keperluan,
harap utarakan langsung!" kata Lu Sin Kong.
Toan Bok Ang meletakkan cawannya kembali, lalu menarik
nafas panjang.
"Kepergian kalian berdua kali ini, apakah untuk mengawal
semacam benda yang sangat penting?" tanyanya.
"Betul," sahut Lu Sin Kong dengan nada dingin.
"Kedatangan cayhe adalah dikarenakan benda itu," kata
Toan Bok Ang dengan terus terang.
Kemarahan Lu Sin Kong hampir meluap, sedangkan pikiran
Sebun It Nio justru tergerak. "Kalau begitu, tentunya kau tahu
benda apa yang
kau inginkan, bukan?" tanyanya.
"Tentu saja. Tapi kalau kalian berdua memang tidak tahu,
aku juga tidak leluasa mengatakannya. Kalian harus percaya
bahwa aku berniat baik. Bila kalian menyerahkan benda itu
kepadaku lalu melanjutkan urusan kalian sendiri, pasti kalian
tidak akan mengalami kerugian apa-apa," kata Toan Bok Ang.
Tadinya Sebun It Nio ingin memancing ucapannya agar
mengatakan benda apa yang diinginkannya. Namun rupanya
orang itu tidak bersedia menyebutkannya, maka tanpa sadar
hatinya menjadi kesal.
77
"Bagi kami sebetulnya tidak ada masalah apa-apa, namun
ada tiga sahabat kami yang mungkin keberatan," sahutnya.
Toan Bok Ang tertawa terbahak-bahak.
"Apakah yang merasa keberatan itu sepasang pedang Lu
Hujin dan sebatang goloknya Lu Cong Piau Tau? Cayhe juga
sudah mengadakan persiapan."
Selesai bicara, dia menyingkapkan lengan bajunya lalu
mengeluarkan suatu benda yang cahayanya berkilauan,
kemudian diletakkan di atasnya.
Sebun It Nio mempertajam pandangannya. Benda yang
berkilauan itu halus seperti jari tangan, panjangnya mungkin
mencapai enam ciok. Di seluruh permukaannya ada duri yang
tajam. Rupanya seutas pecut panjang yang durinya terbuat
dari perak.
Melihat Toan Bok Ang mengeluarkan senjatanya, Lu Sin
Kong langsung tertawa terbahak-bahak.
"Saudara kecil, apakah kau bermaksud merampas benda
kawalan kami?" tanyanya.
"Kalau kalian berdua tidak sudi memberi muka kepada
Cayhe, terpaksa Cayhe berlaku lancang untuk merebut barang
itu," sahut Toan Bok Ang.
Baik dari usianya, penampilannya, dan cara bicaranya,
tampaknya anak muda itu baru pertama kali terjun ke dunia
kang ouw.
Bagaimanapun, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio merupakan
suami istri yang mempunyai kedudukan di dunia kang ouw.
78
Maka, mana mungkin mereka sudi bergebrak dengan seorang
bocah kemarin sore?
Hati mereka terasa mendongkol dan juga geli.
"Saudara kecil, kalau kau benar-benar ingin merampas
barang kawalan kami, sebaiknya kau kembali dulu untuk
mengajak ayah ibumu atau saudara-saudaramu untuk datang
bersama-sama. Kami akan menunggumu di depan, sekarang
harap kau pulang saja!"
Wajah Toan Bok Ang merah padam.
"Apakah kau bermaksud mengatakan bahwa aku tidak
pantas menandingi kalian?"
Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio tertawa terbahak-bahak.
Dengan tawanya itu mereka menyatakan jawabannya.
Belum lagi suara tawa mereka tersirap, tiba-tiba dari
ruangan depan penginapan itu terdengar suara ratapan yang
menyayat hati. Wajah Toan Bok Ang berubah seketika. Dia
langsung berdiri dan mencekal pecutnya erat-erat. Di luar
pintu tampak bayangan berkelebat, ternyata kedua pemuda
yang sedang berkabung tadi sudah berdiri diambang pintu.
Kedua anak muda itu adalah putera Kui Sen yang nama
aslinya Seng Lin. Mereka mendapat julukan Pak Bong Song Kui
(Sepasang Setan dari Utara Gunung Bong San). Yang sulung
disebut si Perenggut Sukma Seng Cai, sedangkan yang
satunya lagi si Pencabut Nyawa Seng Bou.
Wajah Toan Bok Ang merah karena gusar. "Kalian berdua
datang untuk apa?!" bentaknya.
79
"Yang melihat dapat bagian!" sahut kedua pemuda itu
serentak. Nada suara mereka seperti orang yang sedang
menangis.
"Aku yang menemukan sasaran. Kalau kalian ingin
meminta bagian, apakah kalian tidak mengerti peraturan dunia
Kang ouw?" kata Toan Bok Ang marah.
Mendengar perdebatan antara kedua belah pihak
memperebutkan barang kawalan mereka, diam-diam Lu Sin
Kong dan Sebun lt Nio merasa geli. Dalam hati mereka
berpikir, walaupun kepandaian Kui Sen dapat digolongkan
seorang jago kelas tinggi, namun masih belum dapat
dibandingkan dengan kepandaian mereka.
Memang beberapa jurus ilmu silat sesat yang dipelajari
Setan itu serta senjata rahasianya sangat berbahaya. Namun
mereka berdua tidak merasa takut menghadapinya. Apalagi
baru kedua anaknya yang muncul.
Sedangkan pemuda pelajar yang mengaku bernama Toan
Bok Ang, taruh kata sejak lahir dari kandungan ibunya dia
sudah belajar silat, berarti sampai sekarang latihannya baru
enam belas tahun, terlebih-lebih tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Maka diam-diam mereka merasa geli.
Keduanya segera berdiri, lalu mundur beberapa langkah
sambil menarik dua buah kursi dan duduk di sudut untuk
menyaksikan bagaimana kedua pihak akan melakukan
pertarungan.
Terdengar si Setan Pencabut Nyawa Seng Bou berkata
dengan nada dingin,
"Kaulah yang tidak mengerti peraturan dunia Kang ouw.
Yang melihat dapat bagian, paham?"
80
"Bagian Kepala...!"
Baru membentak dua patah kata, wajah Toan Bok Ang
sudah berubah merah padam sehingga dia menghentikan
kata-katanya.
Bagaimanapun pengalaman Lu Sin Kong di dunia Bulim
sudah banyak sekali, maka melihat keadaan ini, dia sempat
tertegun sejenak. Dia tahu Toan Bok Ang ingin memaki,
Bagian kepala Emakmu! tapi kata-kata yang terakhir belum
sempat diucapkannya, malah wajahnya sudah merah padam.
Jangan-jangan....dia itu..perempuan yang menyamar jadi
lelaki.
Sepasang Setan dari Bong San itu tertawa menyeramkan.
"Kalau kau tidak bersedia membagi juga tidak apa-apa,
malah kebetulan, kami akan menelan semuanya!"
Selesai bicara, mereka langsung menangis meraungraung.
Pada saat itu, keadaan di dalam rumah penginapan itu
sudah berubah ramai. Mendengar suara bising, para tamu
maupun pelayan penginapan segera berdatangan untuk
melihat apa yang telah terjadi. Tapi, baru saja mereka sampai
di depan pintu, Seng Bou sudah mengibaskan tangannya
dengan tenang. Tiga orang pelayan yang ada di bagian paling
depan langsung terhempas jatuh sembari menjerit kesakitan.
Melihat keadaan ini, siapa pula yang berani mendekat ke
kamar itu?
Begitu kedua orang itu mengeluarkan suara tangisan, hati
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio berubah tidak tenang.
Mereka tahu suara tangisan itu merupakan suatu ilmu
sesat yang dapat membuat perasaan orang menjadi gelisah.
81
Hampir sama kegunaannya dengan ilmu "Memanggil Sukma",
sayangnya tenaga dalam kedua pemuda ini masih belum
cukup tinggi. Seandainya ayah mereka, Kui Sen yang turun
tangan sendiri, orang-orang yang tidak memiliki tenaga dalam,
bila mendengarnya bisa-bisa pecah panca inderanya sehingga
mengucurkan darah dan mati.
Tampak Toan Bok Ang mengerutkan sepasang alisnya.
"Ilmu yang rendah seperti ini berani dipamerkan di
hadapanku? Apakah kalian sedang bermimpi?" bentaknya.
Suara ratapan Seng Bou sungguh tidak enak didengar.
Tangannya juga bergerak-rak seperti menari. Dalam telapak
tangannya tergenggam sebatang lentera kertas, gagangnya
berbentuk panjang dan pipih, kurang lebih empat kali satu
setengah ciok. Gayanya memang seperti asal gerak saja, tapi
diam-diam mengandung tenaga yang kuat. Meja dan kursi
dalam ruangan itu sampai patah berderai, bahkan pakaian
Toan Bok Ang tampak berkibar-kibar seperti dilanda angin
kencang. Seng Cai juga bergerak ke sana ke mari seperti
orang mabuk, namun dia tidak melancarkan serangan kepada
lawan.
Setelah beberapa saat, terdengar dia berseru dengan nada
meratap, "Kemarikan nyawamu!"
Bendera panjang di tangannya diayunkan ke arah Toan
Bok Ang.
Dalam waktu bersamaan, Seng Bou juga berteriak,
"Kemarikan nyawamu!" Lentera kertasnya disabetkan ke
depan.
82
Melihat serangan sepasang setan yang dahsyat itu, diamdiam
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio mencemaskan
keselamatan Toan Bok Ang.
Walaupun sikap Toan Bok Ang angkuh dan bicaranya
besar di hadapan mereka berdua, namun baik Lu Sin Kong
maupun Sebun It Nio merasa sayang terhadap bakat serta
usianya yang masih muda. Sungguh patut disesalkan
seandainya dia mati di tangan sepasang Setan ini. Maka diamdiam
keduanya sudah menyiapkan segenggam senjata rahasia
di tangan. Bila keadaan Toan Bok Ang terjerumus dalam
bahaya, mereka akan turun tangan menolongnya.
Tampak bendera dan lentera itu menyerang secara
bersamaan. Toan Bok Ang malah tertawa terbahak-bahak.
Pecutnya dilontarkan ke depan, tubuhnya menyelinap lewat di
antara kedua "senjata" aneh yang menyerbu ke arahnya, dan
tangannya bergerak. Bukan saja dia berhasil menghindar dari
serangaan kedua pemuda itu, tapi malah pecutnya menyabet
ke arah lengan Seng Cai.
Perubahan jurusnya bukan hanya indah, tapi kecepatan
ilmu meringankan tubuhnya malah jarang ditemui dalam dunia
Bulim.
Dalam hati Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio langsung saja
melintas sebuah nama "Hui Yan Bun" (Perguruan Walet
Terbang).
Di dalam dunia Bulim, perguruan yang terkenal dengan
ilmu meringankan tubuhnya memang ada beberapa, tapi, baik
perguruan atau partai manapun, tidak ada yang sanggup
menandingi perguruan Hui Yan Bun. Keindahan gerakan dan
kecepatannya sudah diakui oleh orang-orang di seluruh dunia.
83
Sekarang mereka melihat Toan Bok Ang dapat menyelinap
lewat di antara dua serangan yang begitu berbahaya, bahkan
dengan gerakan yang indah. Kalau dia bukan murid perguruan
Hui Yan Bun, mana mungkin dia bisa melakukannya?
Sejak semula Lu Sin Kong sudah curiga bahwa Toan Bok
Ang adalah seorang gadis yang menyamar sebagai laki-laki,
sekarang hatinya semakin yakin.
Sejak berdirinya perguruan Hui Yan Bun, sampai sekarang
ini sejarahnya sudah mencapai seratus tujuh puluh tahun
lebih. Tapi di dalam perguruan itu tidak ada seorang pun
anggota laki-laki. Semuanya perempuan. Lagipula, begitu
masuk menjadi murid perguruan itu, mereka harus bersumpah
berat di depan patung leluhurnya untuk tidak menikah seumur
hidup. Karena itu pula, hampir lima puluh persen dari jagojago
wanita yang muncul di dunia Bulim boleh dibilang hasil
didikan perguruan Hui Yan Bun.
Toan Bok Ang barusan mengerahkan ilmu meringankan
tubuh dari perguruan Hui Yan Bun. Tidak perlu diragukan lagi
bahwa dia pasti perempuan yang menyamar sebagai laki-laki.
Tampak ayunan pecut di tangannya telah berhasil membuat
Seng Cai dan Seng Bou menghindarkan diri. Gerakannya
begitu tergesa-gesa, seakan hendak menerobos keluar lewat
pintu. Tapi baru melesat kurang lebih tiga langkah, dia
berhenti. Pecut di tangannya kembali diayunkan ke arah
lentera ditangan Seng Cai.
Mimik wajah Toan Bok Ang memperlihatkan perasaannya
yang sebal. Pecutnya semakin digetarkan sehingga lentera
Seng Cai terlilit. Terdengar suara Trang!!
Dari suara itu dapat dipastikan bahwa gagang lentera yang
dibawa Seng Cai juga terbuat dari baja yang kuat, hanya
84
warnanya dibuat sedemikian rupa sehingga tnirip dengan
batang kayu.
Tiba-tiba saja Seng Cai meraung semakin keras, bahkan
diiringi suara jeritan menyayat,
"Kemarikan nyawamu! Kemarikan nyawamu!"
Toan Bok Ang gusar sekali. Tangan kanannya menghentak
dengan kuat sehingga tubuh lawan tersentak ke depan. Dalam
waktu yang bersamaan, tangan satunya mengirimkan sebuah
serangan. Sedangkan jarak antara keduanya terhitung sudah
dekat. Maka, begitu disentak oleh Toan Bok Ang, wajah Seng
Cai terjerembab ke depan dan hampir saling beradu dengan
wajahnya sendiri. Cepat-cepat dia menjulurkan tangannya
untuk melancarkan serangan. Tampak di dalam telapaknya
terdapat segenggam senjata rahasia pula.
Saat itu juga, Seng Bou menggeser langkah kakinya
secara diam-diam, tahu-tahu dia sudah di belakang Toan Bok
Ang. Bendera panjangnya dihantamkan dari atas ke bawah.
Jarak antara Toan Bok Ang dan Seng Cai begitu dekat,
maka serangan senjata rahasianya berhasil mencapai sasaran
dengan jitu, bahkan menambahkannya dengan sebuah
pukulan. Seng Cai terkejut setengah mati. Meskipun terkena
serangan lawan, namun lentera di tangannya tetap
dicengkeram erat-erat. Tubuhnya terhuyung-huyung ke
belakang, dengan demikian, tubuh Toan Bok Ang sendiri juga
ikut terseret.
Bendera di tangan Seng Bun melanda datang dalam waktu
yang bersamaan. Cuma, karena majunya langkah kaki Toan
Bok Ang, senjata yang aneh itu hanya berhasil mengait
selendang yang menutupi kepalanya, sehingga rambutnya
85
yang panjang lepas terurai. Ternyata dugaan Lu Sin Kong
tidak keliru, Toan Bok Ang memang seorang gadis yang
menyamar sebagai laki-laki.
Toan Bok Ang melihat senjata rahasia Yan Bwe Piau (Piau
Ekor Walet)nya telah berhasil mengenai dada Seng Cai. Dia
juga menambahkannya dengan sebuah pukulan. Apalagi
pukulan itu tidak ringan, seharusnya orang itu sudah terluka
parah. Tapi dia masih mempunyai tenaga untuk menariknya.
Toan Bok Ang jadi tidak habis mengerti apa sebabnya. Hatinya
sudah merasa adanya gelagat yang kurang beres, namun
rupanya firasat itu datangnya agak terlambat.
Terdengar Seng Cai berteriak dengan nada meratap.
"Kembalikan senjata rahasiamu!"
Dadanya dibusungkan, senjata rahasia yang jelas sudah
menancap di dadanya malah meluncur keluar dengan cepat
dan menyerang balik ke arah hatinya sendiri.
Perubahan ini, bukan saja tidak disangka-sangka oleh
Toan Bok Ang, bahkan Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio sendiri
juga merasa di luar dugaan. Mereka tahu, si Setan-Seng Ling
mempunyai beberapa ilmu sesat andalan, misalnya "Ratapan
Setan" yang mengandalkan khikang dalam perut yang
disalurkan melalui suara, atau sejenis ilmu meringankan tubuh
yang dinamakan "Langkah Setan" serta semacam ilmu lagi
yang di sebut "Tubuh Setan".
Ilmu Tubuh Setan itu merupakan sejenis ilmu yang sulit
dipelajari. Caranya menggunakan hawa murni Im yang lembut
untuk melindungi seluruh tubuh. Meskipun senjata tajam
kelihatannya sudah menikam ke dalam, namun karena tubuh
86
orang itu sendiri bisa melesak seperti busa yang empuk, maka
senjata itu tidak akan melukainya.
Ilmu ini hampir mirip dengan Ilmu Melunakkan Tubuh dari
golongan Buddha, cuma caranya saja yang berbeda. Maka
dapat dikatakan sulit sekali dipelajari. Lu Sin Kong dan Sebun
It Nio sudah melihat ilmu "Ratapan Setan" dari sepasang
Setan itu yang biasa-biasa saja, maka mereka tidak
menyangka Seng Cai sudah berhasil menguasai ilmu Tubuh
Setan tersebut.
Dalam keadaan yang genting itu, mereka hanya bisa
melihat senjata rahasia itu melesat kembali ke arah Toan Bok
Ang dengan mata mendelik. Rasanya sudah tidak keburu lagi
memberikan pertolongan apa-apa.
Bagaimanapun Toan Bok Ang merupakan murid perguruan
Hui Yan Bun yang kepandaiannya sudah dapat diandalkan.
Dalam keadaan terdesak, dia meJepaskan pecut di tangannya,
dan tubuhnya segera merunduk bahkan hampir tiarap di atas
tanah lalu bergerak ke samping melewati kaki Seng Cai.
Jurus "Walet tua mencari makan" yang dikerahkannya
bukan hanya indah gerakannya, malah membawa keuntungan
baginya. Tubuhnya meliuk lewat dengan lincah, sedangkan
senjata rahasia yang tadinya memantul kembali kepadanya,
sekarang Telah meluncur ke depan dan menyerang ke arah
Seng Bou.
Sedangkan Toan Bok Ang sendiri, ketika meliuk lewat di
kaki Seng Cai, jari tangannya menjulur ke depan, membalik,
lalu mencengkeram betis orang itu kuat-kuat. Tangannya
menarik keras-keras, sehingga kaki Seng Cai menjadi limbung
dan tubuhnya terjungkal jatuh. Toan Bok Ang menggunakan
87
kesempatan itu untuk berdiri. Tangannya kembali menarik
sebuah kursi lalu dihantamkannya ke arah kepala lawan.
Gadis itu baru saja terlepas dari bahaya. Kedudukannya
dari bertahan berubah menjadi menyerang, bahkan turun
tangannya tidak kepalang tanggung.
-ooo0ooo-
Bab 4
Tanpa sadar Lu Sin Kong dan Sebun It Nio serentak
menyerukan, "Bagus!"
Tampak Seng Bou menggunakan benderanya untuk
melindungi bagian dada sehingga senjata rahasia yang
meluncur ke arahnya menancap di atas bambu itu.
Tepat pada saat itulah, kursi di tangan Toan Bok Ang
sudah hampir menimpa kepala Seng Cai. Tapi lawannya juga
bukan orang biasa. Setelah terjatuh oleh tarikan tangan Toan
Bok Ang, dia langsung menggelinding ke samping. Tubuhnya
menjadi terlentang. Melihat datangnya serangan lawan, dia
mengeluarkan jeritan histeris, lentera di tangannya diangkat
ke atas dan beradu dengan kursi itu. Brakkk!!! Kursi tersebut
patah menjadi dua bagian. Sembari terus menjerit, Seng Cai
langsung saja menyeruduk ke arah Toan Bok Ang.
Kali ini pihak Toan Bok Ang yang mengalami kerugian.
Pandangan matanya terhalang oleh kursi di depannya.
Sehingga dia tidak tahu bahwa lentera di tangan Seng Cai
sudah menghantam ke arahnya.
88
Dalam keadaan panik, dia melemparkan kursi yang sudah
patah itu ke samping. Melihat datangnya serangan lentera itu,
dia langsung mengulurkan tangannya untuk mencengkeram.
Lentera yang digunakan sebagai senjata oleh Seng Cai
memang terbuat dari kertas, tapi tulang kerangka yang
mengelilinginya justru terbuat dari baja putih, sedangkan di
permukaannya sudah di lumuri dengan sejenis racun yang
ganas. Melihat Toan Bok Ang ingin mencengkeram kertas
lenteranya, Seng Cai segera menariknya sedikit, maksudnya
agar tangan gadis itu menyentuh bagian kerangkanya yang
tajam. Dengan demikian, bukan saja telapak tangan Toan Bok
Ang akan terkoyak, bahkan racun yang ada di permukaan
tulang kerangka itu akan dengan cepat menyebar di seluruh
tubuhnya.
Tapi Toan Bok Ang juga bukan anak kemarin sore yang
tidak bisa apa-apa. Melihat gerakan Seng Cai, dia sudah bisa
menebak bahwa kerangka lentera itu pasti mengandung
sesuatu yang membahayakan jiwanya. Gerakan tangannya
langsung berubah, dari mencengkeram sekarang dia malah
menghantam. Seng Cai terpaksa menyurut ke belakang. Toan
Bok Ang juga menggunakan kesempatan itu untuk mundur.
Begitu berdiri tegak, dia melihat pecutnya ada tepat di bawah
kakinya. Ia segera memungut senjata itu lalu digenggamnya.
Ketiga orang itu terlibat pertarungan yang sengit, Dari
awal hingga saat itu baru berlangsung empat lima jurus,
namun berbagai posisi yang membahayakan telah terlihat.
Senjata ketiga orang itu saling beradu. Diam-diam Lu Sin Kong
menarik nafas panjang. Dalam hati mereka berpikir bahwa
memang benar, gelombang di belakang selalu mendorong
ombak yang di depan. Dalam setiap generasi, dari jaman ke
jaman, yang muda selalu lebih unggul dari yang tua.
89
Lihat saja usia Toan Bok Ang dan kedua pemuda itu.
Tampaknya umur mereka belum mencapai dua puluh tahun,
namun kepandaian yang mereka miliki sudah begitu
mengejutkan.
Toan Bok Ang masih berkelit ke sana ke mari menghadapi
keroyokan kedua orang itu. Lama kelamaan hatinya menjadi
kesal juga.
"Kalau kalian masih tidak tahu diri, awas saja! Setelah
urusan di sini selesai, aku akan menuju Pak Bong San kalian
dan meratakannya sehingga menjadi tanah datar!" bentaknya
marah.
Sepasang Setan itu tertawa menyeramkan. Suara tawanya
lebih mirip dengan suara tangisan.
"Kalau urusannya sudah selesai, entah Pak Bong San kami
yang rata menjadi tanah atau perguruan Hui Yan Bunmu yang
akan berubah menjadi sungai darah!" ejek keduanya.
Sepasang alis Toan Bok Ang tampak mengerut,
"Untuk apa kita bersilat lidah, lebih baik kita mengadu
kepandaian saja, bagaimana?" tantang gadis itu.
"Yang menang dapat pusaka, yang kalah ambil langkah
seribu!" sahut Seng Cai dengan nada aneh. "Baik!" teriak Toan
Bok Ang sembari mengayunkan pecut di tangannya sehingga
menimbulkan guratan warna seperti pelangi.
"Bagus!" seru Sepasang Setan itu serentak. Keduanya
menepi untuk menghindari serangan Toan Bok Ang.
90
Baru saja keduanya bermaksud mengirimkan serangan
balasan, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara tertawa
panjang yang disusul dengan seruan,
"Yang menang dapat pusaka, yang kalah mengambil
langkah seribu! Sebaiknya kalian cepat-cepat kabur saja!"
Sesosok bayangan berkelebat lalu mengitari kamar itu.
Meskipun ruangan tersebut cukup besar, namun gerakan
orang yang baru muncul itu menimbulkan getaran yang
demikian kuatnya sehingga dinding kamar itu merekah, dan
tanah yang mereka pijak seakan-akan dilanda gempa.
Melihat kehebatan orang yang datang itu, tidak urung hati
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio ikut tergetar juga.
Pada saat itulah, orang itu menghentikan gerakannya lalu
tertawa terbahak-bahak. Suara tawanya begitu keras sehingga
menutupi suara ratapan Sepasang Setan. Dalam waktu yang
bersamaan, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio juga berhasil
melihat dengan jelas, orang yang baru datang itu bukan orang
lain, yakni si Ciangbunjin dari Tai Ci Bun yang mendapat
julukan Pang Sian Yu Lao Pun.
Pek Bong San Song Kui juga sudah melihat jelas orang
yang muncul itu. Mereka segera mencelat ke belakang.
Toan Bok Ang sendiri juga menyurut mundur satu depa
lebih.
"Yu Pek Pek (Paman Yu), kenapa kau juga ikut-ikutan
melibatkan diri dalam keramaian ini?" tanyanya.
91
Pang Sian Yu Lao Pun tertawa terbahak-bahak. Ketika
tertawa, lemak di seluruh tubuhnya sampai terguncangguncang.
"A Ang, si Iblis dan Gurumu benar-benar keterlaluan.
Dikiranya mengutus kedua orang ini saja, urusannya sudah
bisa diselesaikan?"
Mata Toan Bok Ang mengerling ke sana ke mari.
"Yu Pek Pek, usir dulu kedua bocah ini, aku masih ada
sedikit urusan yang ingin kubicarakan denganmu," katanya
pula.
Rupanya antara perguruan Tai Ci Bun dan Hui Yan Bun
mempunyai hubungan yang baik. Makanya begitu melihat si
Gemuk, Toan Bok Ang langsung menyapanya dengan sebutan
Paman.
Terdengar Pang Sian berkata,
"Baik!" Pandangan matanya segera beralih kepada
Sepasang Setan sambil membentak, "Kalian anak setan dan
cucu setan, untuk apa kalian berdiri di sini? Masih tidak
bergegas kembali ke Sarang Hantu kalian?"
"Siapa manusia gendut ini?" tanya Seng Cai dengan nada
dingin.
Yu Lao Pun tertawa terbahak-bahak.
"Tuan Gendutmu ini tinggal di Bukit Song Kui Hong
wilayah Tong Thian Bok, jalan tidak pernah ganti marga,
duduk tidak pernah mengubah nama. Sebut saja Yu Lao Pun
di hadapan si Setan Tua. Katakan, bila dia ingin kedua
92
anaknya benar-benar mengenakan pakaian berkabung, silakan
datang mencariku. Sekarang sebaiknya kalian menggelinding
pergi dari sini!"
Setiap patah kata yang diucapkannya mengandung hawa
murni Tai Ci Kang yang dilatihnya sehingga suaranya bergema
di seluruh ruangan dan memekakkan telinga orang yang
mendengarnya.
Menunggu ucapannya selesai, wajah Seng Bou
memperlihatkan mimik menyeramkan. Setelah mengeluarkan
suara tangisan beberapa kali, dia lalu berkata,
"Si Gendut Yu, kau rupanya, apakah kau juga ingin
mencari perselisihan dengan kami?"
Yu Lao Pun tertawa keras.
"Orang lain takut terhadap keturunan setan kalian yang
banyaknya amit-amit, tapi Tuan besarmu ini justru tidak
takut!" katanya.
"Kalau kau tidak takut kepada kami, apakah kau kira kami
takut terhadapmu?" sahut Seng Bou dengan nada aneh.
Yu Lao Pun maju satu langkah.
"Bila kalian masih tidak pergi juga, bola batuku ini akan
menghantam kalian. Sampai saat itu, kalian tidak akan bisa
pulang lagi ke Sarang Hantu dan benar-benar menginjak pintu
neraka!" bentaknya.
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Seng Cai
mengangkat lenteranya lalu mengirimkan sebuah serangan.
93
"Sungguh seorang bocah yang tidak tahu diri!" bentak si
Dewa Gemuk sembari menggeser pundaknya sedikit. Batu
besarnya dihantamkan ke depan dan tepat mengenai lentera
Seng Cai sehingga benda itu berputar.
Seng Cai menjerit histeris, dan menyurut mundur.
Sementara itu, Seng Bou sudah mengangkat benderanya
untuk menyerang si Dewa Gemuk.
Melihat keadaan ini, Sebun It Nio segera menolehkan
kepalanya lalu berkata kepada Lu Sin Kong dengan suara
rendah.
"Bagaimanapun Sepasang Setan dari Pak Bong San itu
tidak mungkin sanggup menandingi si Dewa Gemuk. Namun si
Gendut juga tidak bisa mengalahkan mereka dalam waktu
yang singkat. Kita gunakan kesempatan ini untuk pergi saja."
Lu Sin Kong menganggukkan kepalanya, lalu tangannya
menghantam ke depan, Brakkk! Dinding kamar jebol sehingga
terlihat lobang yang menganga.
Keduanya segera menyusup keluar lewat lobang itu, tapi
tiba-tiba terdengar Toan Bok Ang berteriak,
"Kalian berdua, tunggu dulu!"
Sebun It Nio menolehkan kepalanya. Tampak Toan Bok
Ang sudah menyusul dengan mengayunkan pecutnya. Sebun
It Nio tertawa dingin. Begitu gadis itu sudah dekat sekali
dengannya, dia baru merundukkan tubuhnya sambil
menjulurkan tangannya. Tahu-tahu jalan darah Toan Bok Ang
sudah tertotok. Kecepatan gerakannya dan kejituannya dalam
mengenali jalan darah benar-benar pantas disebut tokoh
nomor satu.
94
Begitu tertotok, tubuh Toan Bok Ang menjadi kaku
seketika, dan tidak dapat bergerak sama sekali. Sebun It Nio
berkata dengan nada dingin,
"Bocah ingusan, sebaiknya kau pulang saja dan
mengurung diri di rumah, biar kali ini aku mengampuni
selembar nyawamu!"
Selesai bicara, bersama-sama dengan Lu Sin Kong, dia
melesat keluar dari penginapan tersebut.
"Kotak itu memang kosong, tapi balik semua ini pasti
terselip rahasia yang besar sekali. Kalau tidak, mana mungkin
perhatian si Setan Tua dari Pak Bong San, si Dewa Gemuk
bahkan si Nenek dari Hui Yan Bun itu bisa ikut tertarik?" kata
Sebun It Nio.
"Asal kita bisa secepatnya sampai di Su Cou, semua
urusan ini tentu akan menjadi jelas," sahut Lu Sin Kong.
Sembari berbicara, kedua orang itu tidak menghentikan
langkah kakinya, maka dalam sekejap mata mereka kembali
menempuh perjalanan sejauh tiga empat li. Saat itu matahari
tepat di atas kepala. Kedua orang itu tetap memilih jalan kecil.
Jalan itu sepi sekali, maka mereka tidak bertemu dengan siapa
pun.
Mendadak di sebelah depan tampak dua ekor kuda yang
gagah sekali sedang memakan rumput.
Ketika melihat kedua ekor kuda itu, Lu Sin Kong dan
Sebun It Nio sama-sama tertegun.
"Eh, bukankah itu kuda tunggang kita?" kata mereka
serentak.
95
Di saat berbicara, jarak mereka semakin dekat.
Sekonyong-konyong dari balik ilalang yang tinggi mencelat
keluar tiga orang manusia berpakaian hitam. Mereka bukan
lain daripada tiga laki-laki kurus yang mereka temui sore
kemarinnya, yakni Thai San Sam Sia (Tiga sesat dari gunung
Thai San).
Tiga orang itu berbaris sejajar. Salah seorang diantaranya
berseru dengan nada keras,
"Lu Cong Piau Tau, suhu kami mengundang kalian
berkunjung ke Lembah Ban Li Kok (Lembah Selaksa Duri) di
gunung Thay San. Kami diutus untuk menyambut di sini.
Harap kalian tidak menolak sehingga tugas kami dapat
dilaksanakan dengan baik."
"Selama ini kami tidak pernah berhubungan dengan guru
kalian. Lagipula sesat dan lurus selamanya tidak dapat
berdampingan. Ada apa dia menyuruh kami mengunjungi
tempat tinggalnya?" tanya Sebun It Nio dengan nada dingin.
"Mengenai alasannya, kami tidak tahu. Kami hanya
mendapat perintah dari suhu untuk mengajak kalian ke
Lembah Ban Li Kok."
Selama beberapa hari itu kemarahan dalam hati Lu Sin
Kong sudah ditahan-tahan, entah bagaimana harus
melampiaskannya. Maka mendengar undangan yang tidak
jelas itu, hatinya bertambah gusar.
Cringg!! Goloknya langsung dihunus, kakinya ditekuk
sedikit. Jenggot di bawah dagunya melambai-lambai,
tampangnya berwibawa sekali. Dengan suara berat dia
membentak,
96
"Majulah!"
Tangan ketiga lawannya meraba bagian pinggang.
Ternyata mereka mengeluarkan sebuah senjata yang
bentuknya aneh. Dibilang golok, rasanya bukan, tapi ada
sedikit mirip. Senjata ini merupakan ciptaan guru mereka
sendiri. Senjatanya hanya satu, tapi kegunaannya bisa tiga
macam.
Melihat Thai San Sam Sia sudah mengeluarkan senjatanya,
Lu Sin Kong berkata kepada Sebun It Nio,
"Hujin, kau tidak perlu membantuku. Aku ingin tahu
apakah tulang tuaku ini masih berguna atau tidak untuk
membalaskan dendam bagi Leng Ji!"
Selesai bicara, tubuhnya melesat ke depan, dan goloknya
diputar. Dalam satu kali gerak dia menyerang ketiga lawannya
sekaligus. Thai San Sam Sia segera mengangkat senjata
masing-masing untuk menangkis. Senjata-senjata itu beradu,
Cring, Trang, Tring!!! Dalam waktu yang bersamaan,
terdengar Thai San Sam Sia menjerit histeris. Mereka
terhuyung-huyung sampai tujuh delapan langkah, setelah itu
baru sanggup berdiri tegak kembali.
Perlu diketahui bahwa ketiga manusia dari Thai San ini
adalah murid-murid kebanggaan Hek Sin Kun. Kepandaian
mereka tidak kalah dibandingkan Sepasang Setan dari Pak
Bong San, namun dalam satu jurus saja Lu Sin Kong dapat
membuat mereka terdesak mundur.
Hati Lu Sin Kong diliputi perasaan bangga. Sembari
mengelus jenggotnya, ia tertawa panjang.
"Bagaimana? Ingin coba lagi?" tantangnya.
97
Ketiga manusia sesat dari Thai San itu menggenggam
senjata mereka erat-erat, karena itu senjata mereka tidak
sampai terlepas dari tangan. Namun telapak tangan masingmasing
sudah mengucurkan darah saking kerasnya getaran
golok Lu Sin Kong. Mana mungkin mereka berani maju lagi.
Setelah saling pandang sekilas dengan rekan-rekannya, salah
satu di antaranya berkata,
"Lu Cong Piau Tau tidak sudi memberi muka kepada kami,
harap hati-hati saja di jalan!"
Lu Sin Kong tertawa terbahak-bahak.
"Akan kubuat kalian bertiga menjadi perkedel!" bentaknya.
Sembari berbicara, kakinya maju ke depan dua langkah.
Ketiga manusia sesat itu terkejut setengah mati. Mereka
segera mencelat ke belakang. Sekali lagi Lu Sin Kong tertawa
terbahak-bahak.
"Kalau aku membunuh kalian sekarang, orang-orang di
dunia Kang-ouw pasti menganggap aku takut terhadap Hek
Sin Kun karena tidak memberi kesempatan kepada kalian
untuk melaporkan kejadian ini. Cepat menggelinding!"
Mimik wajah Thai San Sam Sia menunjukkan kemarahan,
namun mereka tidak berani mengambil tindakan apa-apa.
Ketiganya segera menghambur ke depan sejauh tujuh delapan
depa, baru kemudian salah satunya menoleh dan berkata,
"Manusia she Lu, sampai jumpa lagi!"
Sebun It Nio tertawa panjang.
98
"Eh, kalian lupa masih ada aku?" teriaknya sembari
menimpukkan tiga batang senjata rahasianya ke depan.
Belum sempat timbul pikiran ketiga orang itu untuk
menghindar, tahu-tahu sebelah wajah terasa sakit sekali.
Ternyata tiga batang senjata rahasia itu telah memutuskan
telinga kiri mereka.
Saat itu, jarak antara Thai San Sam Sia dengan Sebun It
Nio kurang lebih delapan depaan. Namun senjata rahasia itu
meluncur dengan cepat, sasarannya juga tepat sekali. Ilmu
senjata rahasia perempuan tua itu memang sulit dicari
tandingannya.
Thai San Sam Sia mengulurkan tangan mereka untuk
meraba. Ketika melihat telapak tangan mereka penuh dengan
darah, ketiganya tidak berani menunda waktu lagi, segera lari
terbirit-birit.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio yang telah mendapatkan
kembali kuda tunggangan mereka. Keduanya segera mencelat
ke atas punggung binatang itu lalu melarikannya ke depan.
Kedua suami istri itu telah berhasil mengusir tiga manusia
sesat dari Thai San itu. Namun mereka sadar, sejak hari itu
mereka juga melibatkan diri dalam perselisihan dengan Hek
Sin Kun. Namun, mengandalkan kepandaian mereka, belum
lagi dukungan dari perguruan Go Bi Pai dan Tiam Cong Pai,
walaupun kepandaian Hek Sin Kun sangat tinggi, keduanya
juga tidak menaruh dalam hati.
Hari itu, mereka melanjutkan perjalanan sampai malam.
Dalam perjalanan mereka tidak menemui kejadian apa-apa.
Memang mereka tidak berminat untuk mencari gara-gara.
99
Maka, mereka memutuskan untuk tidak menginap di rumah
penginapan tapi bermalam di alam terbuka di pegunungan.
Kira-kira tengah malam, terdengarlah suara ringkikan kuda
yang keras. Keduanya segera tersentak bangun. Tampak ada
dua orang yang menarik kuda mereka. Namun kuda-kuda Lu
Sin Kong dan Sebun It Nio bukanlah kuda biasa. Binatangbinatang
itu sudah terlatih sehingga mengenal baik
majikannya. Mereka tidak sudi ditarik oleh orang asing
sehingga antara manusia dan binatang saling berkutet. Kudakuda
itu mendongakkan kepalanya dan meringkik keras
sehingga membangunkan kedua majikannya.
Melihat ada orang berani menyelinap di tengah malam
untuk mencuri kuda-kudanya, hati Lu Sin Kong dan Sebun It
Nio menjadi gusar. Baru saja keduanya bermaksud mencelat
bangun, sekonyongkonyong di dalam kegelapan tampak
sesosok bayangan berkelebat. Gerakan orang itu gesit sekali,
tahu-tahu dia sudah sampai di belakang kedua pencuri kuda
itu. Tangannya menjulur untuk mencengkeram bagian leher
baju mereka lalu mengangkat tubuh keduanya tinggi-tinggi.
Mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang, lalu terdengar
ia membentak.
"Kenapa anak murid si Setan bisa jadi orang yang begini
tidak ada gunanya? Bukannya mencari pekerjaan yang baik
malah menjadi pencuri kuda, benar-benar menggelikan!"
Sembari menenteng tubuh kedua orang itu, dia berjalan
menghampiri Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. Jarak di antara
mereka kurang lebih tujuh delapan depa. Maka, begitu
melesat dia langsung sampai, seakan kakinya tidak menginjak
namun melayang di atas permukaan air.
100
Melihat gerak-gerik orang itu, mereka segera sadar bahwa
yang muncul kali ini pasti seorang tokoh berkepandaian tinggi.
Mereka tidak berani ayal, keduanya segera melonjak bangun.
Dalam waktu bersamaan, orang itu juga sudah sampai di
hadapan mereka.
Keduanya segera mendongakkan kepala. Tampak kepala
orang itu ditutupi sehelai cadar Hitam sehingga raut wajahnya,
tidak kelihatan.
Tapi wajah kedua orang yang ditentengnya justru
kelihatan jelas sekali. Keduanya berdandan seperti setan
gentayangan dari neraka. Satunya berdandan sebagai Setan
Putih dan seorang lagi berdandan sebagai Setan Hitam.
Di bawah didikan si Setan-Seng Ling, kecuali kedua
puteranya sendiri yang berdandan sebagai anak yang sedang
berkabung, masih ada delapan murid lainnya yang berdandan
aneh. Dua di antaranya selalu mengenakan topeng kepala
kerbau dan kuda, dan di antaranya berdandan seperti algojo
dunia akhirat, dua lagi berdandan seperti Setan Tuyul, sisanya
yakni kedua orang itu. Dalam dunia kang ouw mereka
mendapat sebutan Im Se Pat Kui (Delapan Setan dari Dunia
Akhirat).
Sedangkan kedua orang itu sudah pasti si Setan Putih dan
si Setan Hitam. Kepandaian kedua orang itu juga tidak di
bawah Sepasang Setan dari Pak Bong San. Namun ternyata
dengan mudah orang yang baru muncul itu dapat menenten
keduanya tanpa mendapat perlawanan sedikit pun. Hal itu
membuktikan bahwa kepandaian orang yang baru muncul itu
sudah mencapai tingkat yang demikian tingginya.
Lu Sin Kong tertawa lantang,
101
"Terima kasih, atas budi Tuan yang telah menangkap
maling-maling kuda!" katanya.
Orang itu ikut tertawa
"Kedua orang ini bermaksud melukai kuda kalian, Dengan
demikian bila esok hari kalian meneruskan perjalanan, tentu
akan menemui kesulitan, mereka akan menggunakan
kesempatan ini untuk membokong. Walaupun pastinya kalian
tidak merasa takut, tapi perbuatan mereka ini benar-benar
menyebalkan bagaimana pendapat kalian?"
"Apa yang dikatakan Sahabat memang benar, kedua orang
ini patut mendapat hukuman" sahut Lu Sin Kong.
"Tangan orang itu merenggang, kemudian terdengar suara
plok! Plok! Sebanyak dua kali. Si Setan Putih dan si Setan
Hitam langsung terkulai di atas tanah, ketika mengendorkan
cekalannya, tangan orang itu sempat menekan di jalan darah
Thian Kui Hiat di tubuh ke dua setan.
Kalau menilik kepandaian yang dimiliki orang bercadar
hitam itu, dapat dipastikan bahwa si Setan Putih dan si Setan
Hitam sudah terluka parah. Meskipun tidak sampai mati,
namun mulai saat itu mereka tentu tidak dapat malang
melintang di dunia kang ouw untuk melakukan kejahatan lagi.
Sebun It Nio tertawa.
"Menyenangkan! Menyenangkan! Terhadap manusia jahat
seperti mereka, kita tidak boleh bersikap ragu-ragu!" pujinya.
"Lu Hujin begitu benci terhadap kejahatan, jiwa yang
demikian gagah sudah sulit ditemukan pada jaman ini," kata
orang itu.
102
Sejak kemunculannya, orang itu sudah memamerkan
kepandaiannya yang hebat. Sayangnya wajahnya ditutupi
cadar hitam, dan pakaiannya pun biasa-biasa saja, tidak ada
ciri-ciri yang istimewa, sehingga membuat orang sulit menerka
siapa sebetulnya orang itu.
"Kalau bukan Tuan yang kepandaiannya begitu tinggi,
tentu tidak mudah melaksanakan hukuman kepada kedua
orang ini" sahut Lu Sin Kong.
Pada saat itu, si Setan Putih dan si Setan Hitam sedang
berusaha meronta untuk bangkit. Orang itu membentak
dengan suara keras,
"Kalian masih tidak cepat-cepat menyembah dihadapan Lu
Cong Piau Tau dan Lu Hujin untuk meminta maaf?"
Sebagai anak murid Kui Sen, kedudukan mereka cukup
tinggi di dunia kang ouw, dan nama mereka juga sangat
terkenal. Kali ini mereka menderita kekalahan dengan tragis.
Tanpa hujan tanpa angin tahu-tahu sudah terluka parah.
Setelah termenung sesaat, Sang Pak si setan putih bertanya,
"Kami sudah kenal dengan Lu Cong Piau Tau dan istrinya.
Bolehkah kami mengetahui nama besar Tuan?"
Orang itu tertawa.
"Setelah mengetahui namaku, kalian bisa pulang untuk
memberikan laporan kepada Kui Sen, bukan? Namaku tidak
terkenal, jauh sekali bila dibandingkan dengan Lu Cong Piau
Tau dan istrinya. Tapi bila kalian kembali ke Pak Bong San dan
menceritakan secara terperinci bagaimana kalian dirubuhkan,
mungkin Kui Sen sendiri akan teringat siapa aku ini. Cepat
minta maaf!"
103
Si Setan Putih dan Setan Hitam menjadi kewalahan.
Mereka tidak berdaya. Terpaksa keduanya menyembah di
depan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio untuk minta maaf, lalu
meninggalkan tempat itu dengan langkah terseret-seret.
Sebun It Nio berdiri di sampingnya. Melihat orang itu tidak
bersedia menyebutkan identitasnya, maka dia tahu andaikata
ditanyakannya pun percuma. Sebaiknya langsung pada duduk
persoalannya saja.
"Tuan mengunjungi kami pada tengah malam seperti ini
tentunya ada keperluan yang penting sekali. Silakan utarakan
saja!" katanya
Orang itu mengulapkan sepasang tangannya seakan-akan
ada debu. Kemudian dia baru berkata,
"Tujuan kalian kali ini apakah hendak ke Su Cou?"
"Betul" sahut Lu Sin Kong.
"Keluarga si Pecut Emas-Han Sun sedang dilanda musibah,
maka kepergian Anda berdua kali ini mungkin akan
menimbulkan salah paham... cayhe sendiri mempunyai sebuah
permintaan yang kurang pantas, harap Anda berdua sudi
mengabulkan!" kata orang misterius itu
Lu Sin Kong lalu bertanya,
"Entah apa permintaan Tuan?"
"Kepergian kalian kali ini pasti atas permintaan orang lain
untuk mengantarkan sebuah barang. Bolehkah Cayhe melihat
apa sebetulnya barang itu?"
104
Melihat orang itu berbicara putar ke sana ke mari,
akhirnya tujuannya ternyata kotak yang mereka bawa juga,
hati Lu Sin Kong menjadi mendongkol. Maka, sembari tertawa
dingin dia menyahut,
"Permintaan Tuan ini sulit kami kabulkan."
Orang itu menarik nafas panjang.
"Cayhe sudah menduga bahwa Lu Cong Piau Tau pasti
tidak bersedia. Tapi Cayhe bersedia menggunakan seseorang
untuk menukar kotak itu. Entah Lu Cong Piau Tau bersedia
mengabulkan atau tidak?" tanya orang itu.
Lu Sin Kong tertawa dingin.
"Siapa sebetulnya Tuan ini? Untuk apa bicara yang bukanbukan?"
sahutnya.
Tapi hati Sebun It Nio langsung tergerak mendengar
ucapan orang itu, maka dia segera menyelak. "Entah siapa
orangnya yang akan Tuan gunakan untuk ditukarkan dengan
kotak ini?"
"Kalian berdua tentunya...."
Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba dari kejauhan
terdengar suara siulan sebanyak tiga kali.
Ketiga kali suara siulan. itu berbunyi di tengah keheningan
malam sehingga memekakkan telinga orang yang
mendengarnya.
Orang itu berkelebat, sekonyong-konyong dia mencelat
mundur sejauh satu depa lebih sembari berseru,
105
"Rekan Cayhe sudah memanggil, pasti ada keperluan yang
penting sekali. Terpaksa Cayhe mohon diri dulu!"
Sebun It Nio segera mencelat ke depan. "Sahabat,
selesaikan dulu kata-kata!" teriaknya. Tapi ketika dia
berbicara, orang itu sudah menghambur sejauh empat
depaan. Sebun It Nio berusaha untuk mengejar, tapi orang itu
menjulurkan tangannya untuk mengirimkan sebuah pukulan.
Sebun It Nio juga meluncurkan tangannya untuk menyambut.
Plak!! Kedua tangan beradu. Sebun It Nio dapat merasa
tenaga dalam orang itu kuat sekali. Lagipula, dengan cerdik
orang itu menggunakan tenaga pantulannya untuk mencelat
semakin jauh. Sekejap saja dia sudah menghilang dalam
kegelapan malam.
Sebun It Nio tertegun sesaat, baru kemudian menoleh
kepada suaminya dan bertanya,
"Apakah kau mendengar jelas dari mana suara siulan
tadi?"
"Rasanya dari sebelah barat laut," sahut Lu Sin Kong.
"Ayo kita kejar!" ajak Sebun It Nio.
Lu Sin Kong merasa heran.
"Orang toh sudah pergi, untuk apa kita mengejarnya?"
Ketika dia berbicara, Sebun It Nio sudah melesat ke
depan. Terpaksa Lu Sin Kong mengikuti di belakangnya.
Gerakan kedua orang itu cepat sekali. Dalam sekejap mata
saja mereka sudah mengitari sebuah bukit.
106
Keduanya segera mendaki ke atas, lalu mengedarkan
pandangannya ke bawah. Tampak di bagian kaki bukit
terdapat hamparan luas berwarna hitam pekat, entah padang
rumput atau hutan. Tidak terlihat bayangan seorang pun.
Keduanya mempertajam pandangan. Kecuali hamparan yang
gelap itu, di sebelah kanan terdapat sebuah jalan kecil, selain
itu tidak ada apa-apa lagi.
Sebun It Nio menujuk ke arah jalan kecil itu.
"Kita menelusuri jalan itu saja!" katanya.
Lu Sin Kong masih tidak mengerti apa maksud istrinya
bersikeras mengikuti jejak orang tadi. Maka, dia bertanya,
"Hujin, untuk apa kita mengejar orang itu?"
"Pokoknya kita kejar saja, kalau sudah berhasil tentu ada
alasannya. Kenapa kau begitu cerewet?" bentak Sebun It Nio.
Dari nada istrinya, Lu Sin Kong tahu urusan ini pasti
penting sekali. Dia juga sadar bahwa kecerdasan sang istri
masih di atas dirinya sendiri, maka dia tidak berani banyak
bertanya lagi. Keduanya segera menuruni bukit dan berlari
melalui jalan kecil yang dilihatnya tadi.
Begitu dekat, keduanya terkejut setengah mati. Rupanya
hamparan luas yang tampak di atas bukit merupakan tanah
kosong yang penuh dengin duri, yang panjangnya mencapai
setengah cun. Duri-duri itu tajam-tajam. Jangankan orang,
binatang saja sulit melaluinya. Terlihat jalan kecil yang
lebarnya hanya beberapa ciok, maka seandainya mereka
berhasil melaluinya, setidak-tidaknya celana dan pakaian
mereka pasti akan terkoyak oleh duri-duri yang tajam itu.
107
Sebun It Nio sempat bimbang sejenak.
"Tempat ini sesuai sekali untuk orang yang berlatih ilmu
meringankan tubuh," katanya. Dia menghimpun hawa
murninya lalu melompat ke seberang.
Tanah kosong itu ditumbuhi tanaman berduri tajam. Bukan
hanya batangnya saja, bahkan rantingnya juga runcingruncing.
Aneh sekali, seumur hidup Sebun It Nio belum pernah
melihat tanaman seperti itu. Untung saja Ilmu Ginkangnya
sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, maka dia berhasil
melaluinya tanpa terluka sedikit pun.
Melihat istrinya sudah melompat ke seberang, Lu Sin Kong
segera mengikuti dari belakang. Baru saja Sebun It Nio
menginjakkan kakinya di atas tanah, dari depan terlihat
puluhan titik sinar berkilauan meluncur datang. Dia terkejut
setengah mati. Tubuhnya mencelat ke samping sembari
berseru,
"Sin Kong, hati-hati!"
Lu Sin Kong juga sudah berhasil melihat datangnya
bokongan senjata rahasia itu. Dalam, keadaan genting,
terpaksa dia melompat ke samping. Meskipun akhirnya dia
berhasil menghindar dari senjata rahasia itu, namun hampir
sebagian pakaiannya koyak di sana sini karena kaitan duri
tanaman yang tajam.
Setelah berhasil berdiri tegak, Lu Sin Kong tertawa
terbahak-bahak. Suara tawanya mengandung kemarahan.
Golok di tangannya langsung membacok ke belakang sebuah
batu besar.
108
Terdengar suara jeritan menyayat. Lu Sin Kong
menghambur ke depan lalu menarik tubuh orang itu. Tampak
bagian kepalanya penuh berlumuran darah. Lu Sin Kong tidak
menyangka pihak lawan yang membokong mereka ternyata
begitu tidak berguna. Sekali bacok saja langsung kena
sasaran.
Dia memperhatikan wajah orang itu sekilas, rasanya belum
pernah mengenal orang ini. Kemungkinan salah satu bandit
yang ingin merampas kotak yang mereka bawa. Secara
serampangan ia melemparkan tubuh orang itu di atas tanah.
Tiba-tiba dia melihat disamping tubuh orang itu terjatuh
sesuatu benda.
Dia segera maju selangkah, lalu dipungutnya benda itu.
Setelah dilihatnya sekilas, tanpa terasa dia menjadi tertegun.
Rupanya benda yang dipungutnya itu berupa sebuah lencana
yang di atasnya tertulis "Te Hio Hiocu Oey" (Orang bermarga
Oey yang menjabat sebagai Hiocu di ruangan Te Hio). Di
baliknya lencana itu, tampak gambar kobaran api.
Ternyata lencana itu merupakan lambang kedua belas
Tongcu dari Hoa San Pai, sedangkan orang yang mati kena
bacokannya pasti Tongcu dari ruangan Te Hio Tong. Apakah
orang-orang dari Hoa San Pai juga ikut-ikutan mengincar
mereka?
Lu Sin Kong melemparkan lencana itu ke atas. Goloknya
menyabet dalam waktu yang bersamaan, Trang!! Lencana itu
terpental sampai jauh. Orangnya sendiri meneruskan langkah
kakinya ke depan. Daratan penuh tanaman berduri sudah
dilewatinya. Di kejauhan tampak sebuah sungai kecil dengan
airnya yang beriak-riak.
109
Tapi, anehnya Sebun It Nio justru menghilang cntah ke
mana. Diam-diam Lu Sin Kong berpikir dalam hati. Tidak
disangka-sangka orang-orang dari Hoa San Pai juga muncul di
sini. Apakah orang yang mengenakan cadar hitam tadi
merupakan Ciangbunjin mereka yakni Liat Hwe Cousu?
Tapi setelah direnungkan beberapa lama, rasanya tidak
mirip. Liat Hwe Cousu adalah orang Tibet. Rambutnya merah,
bentuk tubuhnya tinggi besar. Kalau muncul di dunia
persilatan, lagaknya banyak, dan pasti diiringi beberapa
pengawal. Lu Sin Kong yakin orang yang dikejar istrinya bukan
Liat Hwe Cousu. Lawan yang tidak diketahui identitasnya pasti
semakin sulit dihadapi. Jangan-jangan istrinya yang sendirian
akan menderita kerugian.
Baru saja dia bermaksud mengejar ke depan, tiba-tiba dari
seberang sungai terdengar suara Ahhh!! Lu Sin Kong
mengenali suara itu adalah suara jeritan istrinya. Maka,
dengan cemas dia memanggil,
"It Nio, di mana kau?"
Tampak sesosok bayangan berkelebat di seberang, tahutahu
tampak Sebun It Nio berdiri sambil berseru kepadanya.
"Coba kau lihat apa ini?"
Melihat istrinya dalam keadaan selamat, hati Lu Sin Kong
pun terasa lega. Dia segera melompat ke seberang lalu
mendarat di samping Sebun It Nio. Pandangannya mengikuti
arah yang ditunjuk sang istri.
Di tengah-tengah batang pohon Siong tampak sesuatu
yang berkilauan cahayanya. Benda itu seperti golok namun
agak pendek sedikit.
110
"Ah, itu kan golok Leng Ji!" seru Lu Sin Kong dengan suara
tercekat, dan tanpa sadar dia langsung berteriak, "Leng Ji!
Leng Ji! Di mana kau?"
Sebun It Nio langsung mendengus dingin.
"Goloknya memang di sini! Kau kira orangnya ada di sini
juga?" sindirnya.
Hati Lu Sin Kong langsung tertekan.
"Betul. Aku lupa Leng Ji sudah mati," katanya dengan
nada pilu.
Keduanya terdiam. Selama beberapa hari ini, baru kali ini
mereka mengungkit nama sang anak yang membuat hati
mereka terasa pedih.
Setelah beberapa lama, terdengar Sebun It Nio membuka
suara, "Kenapa pahamu?"
Lu Sin Kong tahu, istrinya sengaja mengalihkan bahan
pembicaraan. Kejadian yang menimpa Lu Leng merupakan
pukulan terberat yang pernah mereka derita seumur hidup.
Walaupun tenaga dalam keduanya sudah mencapai taraf
sangat tinggi, namun orangtua yang kehilangan anaknya pasti
sangat sakit hatinya. Kalau dibiarkan berlarut-larut, mereka
malah bisa terluka di bagian dalam.
Maka Lu Sin Kong tidak ingin mengungkit kejadian itu lagi.
"Ketika menghindari bokongan senjata rahasia lawan,
pahaku tertusuk duri. Tapi yang luka hanya kulit luarnya saja,
tidak apa-apa," sahutnya.
111
"Senjata rahasia yang digunakan orang itu mirip dengan
senjata rahasia dari Hoa San Pai," kata Sebun lt Nio.
"Memang betul. Orang yang mati dibawah golokku itu
ternyata Tong Cu dari Te Hio Tong yang bermarga Oey."
Sebun it Nio menganggukkan kepalanya.
"Tidak salah. Orang itu bernama Oey Han. Aneh, kenapa
ilmunya begitu rendah? Hm.... Sekarang muncul pula orang
Hoa San Pai yang mengincar kita."
-ooo0ooo-
Bab 5
Sebetulnya dalam hati kedua suami istri itu ingin sekali
melompat ke atas pohon untuk mengambil goloknya Lu Leng,
namun mereka khawatir benda itu akan membangkitkan
kenangan mereka kepada sang anak, maka sampai sekian
lama keduanya tidak mempunyai keberanian untuk
mencabutnya. Bahkan mereka membicarakan urusan yang
tidak penting.
Sebun It Nio tertawa terkekeh-kekeh.
"Tampaknya baik dari golongan sesat maupun lurus
semuanya mengincar kita. Sekarang sudah kepalang
tanggung, sebaiknya kita tidak usah mengantarkan kotak ini
ke Su Cou, biar kita tunggu mereka di sini saja. Kita suruh
mereka mengadu kepandaian, siapa yang menang akan
mendapatkan kotak ini. Rasanya, biarpun hubungan Hui Yan
Bun dan Tai Ci Bun sangat baik, tapi untuk mendapatkan
kotak ini mereka juga akan saling membunuh," katanya.
112
Lu Sin Kong tidak menjawab. Sampai lama dia merenung,
akhirnya ia berkata dengan nada bergetar,
"Hujin, bagai... mana kalau kita am... bil saja golok itu?"
"Kau saja yang ambil!" sahut Sebun It Nio dengan nada
sedatar mungkin.
Sebetulnya hati kedua suami istri terasa pedih sekali,
namun mereka sudah hidup bersama selama puluhan tahun,
siapa pun tidak ingin seorang yang lainnya menderita. Kasih
sayang antara mereka yang dalam membuat mereka saling
menjaga perasaan masing-masing.
Lu Sin Kong mengeraskan hatinya. Dia melompat naik ke
atas pohon Siong itu, tampak golok anaknya tertancap pada
batang antara dahan dan ranting, di bawahnya terselip
selembar kertas. Diam-diam Lu Sin Kong merasa heran.
Dicabutnya golok itu, sekaligus tangan satunya meraih kertas
tersebut. Setelah itu dia baru mencelat turun.
"Hujin, di bawah golok ada selembar kertas." katanya.
Sebun It Nio mengambil kertas itu dari tangan suaminya
lalu diperhatikan beberapa saat. Tapi di atas kertas itu hanya
ada lingkaran-lingkaran berwarna hitam, tidak terlihat tulisan
satu huruf pun.
Walaupun bentuk lingkaran itu ada yang besar dan ada
yang kecil, namun perbedaannya tidak banyak. Lagipula
barisannya rapi sekali. Hal ini membuktikan bahwa tadinya di
sana terdapat tulisan yang berderet, tapi kemudian ditutupi
oleh seseorang dengan lingkaran-lingkaran dari tinta hitam.
113
Sebun it Nio membalikkan kertas itu, di belakangnya
hanya hamparan putih tanpa tulisan apa-apa.
Kembali kedua orang itu tertegun untuk sekian lamanya.
Kertas itu tidak berbeda dengan serentetan kejadian lainnya,
tetap merupakan misteri.
Lu Sin Kong memutar-mutar golok di tangannya, di
benaknya kembali timbul bayangan Lu Leng yang lincah saat
berlatih dengan golok itu. Tanpa terasa matanya mulai
membasah, kemudian air matanya mengalir setetes demi
setetes di pipinya yang mulai keriput.
Di saat hatinya semakin pilu, telinganya mendengar Sebun
It Nio menegur,
"Sin Kong, kita harus melanjutkan perjalanan kembali."
Lu Sin Kong mengiyakan dengan suara deheman.
Kemudian ia mendongakkan kepalanya. Tampak sang istri
melipat kertas itu dengan rapi lalu dimasukkannya ke dalam
saku dengan hati-hati. Dia juga menyelipkan golok Lu Leng di
pinggangnya.
Sebun It Nio tertawa getir.
"Lihat saja pakaianmu, koyaknya sampai tidak karuan.
Sesampainya di kota depan sana, sebaiknya beli lagi satu stel
untuk salinan."
Lu Sin Kong memaksakan dirinya untuk tertawa. "Hujin,
apakah kau berhasil mengejar orang tadi?"
"Tidak," sahut Sebun It Nio.
114
"Untuk apa sebetulnya kau mengejar orang itu?" tanya Lu
Sin Kong pula.
"Memangnya kau tidak mendengar dia mengatakan bahwa
akan menggunakan seseorang untuk menukar kotak itu?"
"Iya, tapi apa hubungannya?"
"Dia sudah tahu bahwa kita tidak bersedia memberikan
kotak itu, tapi dia justru mengajukan usul demikian.
Seandainya orang yang ia maksudkan tidak penting artinya
bagi kita, mungkinkah dia mengajukannya sebagai imbalan?"
Bagian 03
Lu Sin Kong tambah heran.
"Memangnya masih ada siapa lagi di dunia ini yang berarti
bagi kita? Yang tua sudah lama mati, yang kecil...." Berkata
sampai di sini, ia tidak sanggup melanjutkannya lagi.
"Itu dia. Makanya aku ingin mengejarnya sampai dapat
agar dapat menanyakannya sejelas mungkin. Sayangnya
gerakan orang itu terlalu cepat. Tahu-tahu di sini kita
menemukan golok itu."
Walaupun ucapan Sebun It Nio hanya samarsamar, namun
Lu Sin Kong langsung memahami maksud istrinya. Orang tadi
mengatakan akan menggunakan "seseorang" untuk ditukar
dengan kotak yang dibawanya. Kemungkinan "seseorang"
yang dimaksud itu anak mereka, Lu Leng.
115
Tapi Lu Sin Kong sendiri tidak berani memberikan
komentar apa-apa. Hatinya semakin pedih melihat keadaan
istrinya. Sebab, tubuh Lu Leng sudah muncul di gudang
penyimpanan hartanya, mana mungkin orang itu bisa
menggunakannya untuk ditukarkan dengan kotak ini? Dia
hanya dapat menghibur istrinya dengan berkata,
"Hujin, tujuan orang itu tidak lain dari kotak ini juga.
Sesampainya kita di Su Cou, pasti dia akan mencari kita lagi."
"Betul. Gerakan orang ini cepat sekali. Bahkan ilmu
meringankan tubuh si Setan yang terkenal yakni Kui Heng
Kong masih belum sanggup menandinginya. Sayangnya wajah
orang itu ditutup dengan cadar hitam sehingga kita tidak tahu
siapa dia," kata Sebun lt Nio.
"Ini memang aneh, aku juga tidak terpikir kira-kira siapa
orang itu."
Kedua orang itu berunding sebentar. Matahari sudah
hampir menyingsing, mereka tidak mencari kuda tunggangan,
malah meneruskan perjalanan ke depan.
Sepanjang hari itu mereka tidak menemui kejadian apaapa.
Malam harinya mereka menginap di kota Kuang Tek
Ceng, juga tidak terjadi apa-apa. Keesokan harinya mereka
sudah sampai di wilayah Se Kiang. Kalau dihitung-hitung, satu
hari lagi mereka akan mencapai kota Su Cou.
Mereka merundingkan apa yang akan mereka lakukan
setelah sampai di Su Cou dan menyerahkan kotak itu kepada
si Pecut Emas-Han Sun.
Seandainya si Pecut Emas bersedia memberitahukan
rahasia yang ada pada kotak, tentulah merupakan hal yang
116
terbaik. Tapi bila dia juga tidak bersedia mengatakannya, ya
sudah.
Mereka lalu merencanakan untuk menyamar supaya tidak
ada yang mengenali. Hari itu, karena ingin secepatnya sampai
di wilayah Su Cou, mereka memilih jalan pegunungan, yakni di
sebelah utara wilayah Se Kiang. Di sana memang paling
banyak jalan yang berliku-liku di antara perbukitan. Siang
harinya mereka sudah mencapai bukit Pek Cang Hong, dan
sore harinya telah melalui Tong Tian Bok. Asal sudah melewati
wilayah Sai Tian Bok, jalan yang ditempuh tidak berliku-liku
lagi. Daerah itu juga sudah dekat sekali dengan telaga Thai
Hu. Bila menyusuri telaga itu, paling-paling hanya
menghabiskan waktu setengah hari untuk sampai di Su Cou.
Kedua orang itu mengitari wilayah Tong Tian Bok. Baru
berjalan kurang lebih satu sekonyong-konyong mereka melihat
ada seseorang yang tubuhnya gemuk sekali sedang tidur di
tepi sungai. Benda yang dijadikan bantal berupa sebuah batu
bulat.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio melihat orang itu yang
bukan lain daripada si Dewa Gemuk Yu Lao Pun, keduanya
menjadi tertegun.
Tampak orang itu melonjak bangun sambil tertawa
terbahak-bahak.
"Ternyata kalian benar-benar mengambil jalan ini,
dugaanku memang tepat sekali," katanya.
"Memangnya kenapa kalau kami mengambil jalan ini?"
tanya Sebun It Nio dengan nada dingin.
Yu Lao Pun tertawa terkekeh-kekeh.
117
"Sebun It Nio, sepasang pedangmu memang sudah
terkenal sekali di dunia Bulim. Sebetulnya si Gemuk ini tidak
berminat meminta petunjuk darimu, tapi kalau kau sudi
memberi pelajaran, aku juga tidak akan menolak."
Sebun It Nio sadar bahwa orang yang gemuk ini tidak
mudah dihadapi. Untuk sesaat dia juga terpaksa menahan
kemarahannya. Kemudian sembari tertawa dingin dia berkata,
"Selamanya Tai Ci Bun selalu mengaku dirinya sebagai
perguruan golongan lurus, tidak disangka-sangka sang
ketuanya justru melakukan perbuatan serendah ini."
"Perbuatan rendah apa yang telah kulakukan? Masih
untung ada aku yang menunggu di sini. Seandainya kalian
meneruskan perjalanan, lalu bertemu dengan Sahabat dari Sai
Tian Bok itu, kalian bisa celaka!"
Tentu saja Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tahu siapa yang
dimaksud dengan "Sahabat dari Sai Tian Bok". Maka hati
mereka semakin gundah.
"Apakah dia juga telah mengincar kami?" tanya Lu Sin
Kong.
Yu Lao Pun menganggukkan kepalanya. Baru saja dia ingin
menyahut, sekonyong-konyong terdengar suara pekikan aneh,
yang datangnya dari sebelah barat. Wajah Yu Lao Pun
berubah seketika.
"Cepat menyeberang sungai!" teriaknya. Tubuhnya
melesat ke depan, tahu-tahu dia sudah berada di seberang
sungai.
118
Begitu sampai di seberang, tangan Yu Lao Pun sudah
memanggul batu besarnya. Dia melihat Lu Sin Kong dan
Sebun It Nio masih berdiri di tempat semula. Saking paniknya
sampai-sampai lemak di seluruh tubuhnya berguncangguncang.
"Kalian masih tidak menyeberang?" teriaknya.
Ketika mendengar suara pekikan aneh yang tidak mirip
suara tertawa ataupun suara tangisan, juga tidak mirip
tercetus dari mulut seorang manusia, lebih pantas kalau
dikatakan timbul dari suatu alat yang ditiup, bulu kuduknya
merinding seketika, karena suara itu benar-benar tidak enak
didengar. Hatinya sudah dapat menduga apa yang sedang
terjadi. Sembari tertawa dingin, dia menyahut.
"Menyeberangi sungai ketemu maling, tidak menyeberangi
sungai juga bertemu maling. Untuk apa kami menyeberang?"
Yu Lao Pun semakin panik.
"Lu Cong Piau Tau, setidaknya nada bicaraku masih
sungkan, lagipula aku bukan maling. Kalau sahabat itu tiba di
sini, apakah dia akan bersikap sesungkan aku?" katanya.
Sementara itu, suara pekikan yang aneh tadi sudah
semakin dekat.
Hati Sebun It Nio tergerak,
"Boleh juga, biar kita menyeberang dulu baru
membicarakan urusan lainnya."
Kedua orang itu segera mencelat. Tapi baru sampai
setengah jalan, suara pekikan aneh itu sudah ada di
119
belakangnya dan berhenti mendadak, kemudian disusul oleh
suara bentakan seseorang,
"Jangan menyeberang!"
Tapi ketika orang itu berbicara, Lu Sin Kong dan Sebun It
Nio sudah sampai di seberang. Yu Lao Pun menarik nafas
lega.
Setelah menyeberang, keduanya menoleh untuk melihat.
Tampak seseorang yang bentuk tubuhnya tinggi sekali.
Dengan jubah berwarna hijau pupus yang bagian bawahnya
melambai-lambai karena tiupan angin, dia berdiri di sana
dengan tampang angker.
Di lengan baju kiri orang itu tersulam gambar tengkorak
kepala dari benang emas sehingga cahayanya berkilauan.
Raut wajahnya memperlihatkan usianya kurang lebih
empat puluh tahun. Bentuk hidung dan bibirnya bagus, hanya
sorot matanya yang mengandung hawa sesat membuat orang
yang memandangnya menjadi bergidik. Begitu sampai di tepi
sungai, dia mengambil ancang-ancang untuk menyeberang.
Di saat itulah, tiba-tiba terdengar Yu Lao Pun berseru.
"Sahabat, kita pernah membatasi wilayah kita masingmasing
dengan sungai ini, Tong Tian Bok dan Sai Tian Bok,
siapa pun tidak boleh melanggar peraturan ini. Apakah kau
ingin menelan kembali kata-katamu sendiri?"
Orang itu tertawa terbahak-bahak.
"Yu Gendut, kalau melanggar sekali sajakan tidak apaapa?"
sahutnya.
120
Wajah si Dewa Gemuk langsung berubah, kemudian ia
memanggul batu besarnya di puncak.
"Tempo hari kita pernah menepuk tangan sebagai
perjanjian. Siapa pun tidak boleh menyeberangi dunia yang
lainnya untuk mencari gara-gara. Kalau kau berani
mengingkari janjimu sendiri, kau kira aku akan takut
kepadamu?"
Orang itu kembali tertawa terkekeh-kekeh.
"Oh ya, memang betul. Asal aku tidak mencari gara-gara,
kenapa aku tidak boleh menyeberang ke tempatmu?"
Si Dewa Gemuk melirik sekilas kepada Lu Sin Kong dan
Sebun It Nio, kemudian mencelat mundur sejauh satu depa
lebih sembari berkata,
"Kedua orang ini merupakan tamu agungku. Kalau kau
memang mempunyai minat atas diri mereka berdua,
sebaiknya sekarang juga kau katakan terus terang!"
Terdengar orang itu mengeluarkan suara keluhan "Aih!"
Tahu-tahu dia sudah sampai di depan mata, tidak terlihat
bagaimana caranya bergerak, seakan-akan ia melayang lewat
permukaan sungai tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
"Yu Gendut, kenapa kau bisa tahu isi hatiku sih?" tanyanya
dengan nada tenang.
Dari nada suaranya, dapat dipastikan bahwa dia akan
turun tangan terhadap suami istri Lu Sin Kong. Mimik wajah
Sebun It Nio dan Lu Sin Kong memperlihatkan tawa dingin,
dan mereka juga menggeser diri ke samping.
121
Yu Lao Pun menunggu sampai orang itu berdiri tegak.
Mimik wajahnya justru memperlihatkan kecemasan. Kemudian
setelah mendengus satu kali, ia berkata,
"Kau benar-benar hendak turun tangan terhadap mereka?"
Orang itu tersenyum kepada Yu Lao Pun, kemudian
membalikkan tubuhnya untuk menjura kepada Lu Sin Kong
dan istrinya.
"Selamat berjumpa Lu Cong Piau Tau, Cayhe sudah lama
mendengar nama besar kalian. Begitu terkenalnya sehingga
seperti guntur yang memekakkan telinga. Hari ini kita dapat
berjumpa di sini, sesungguhnya Cayhe menyesal sekali
mengapa sampai sekarang baru ada jodoh untuk bertemu
muka." katanya dengan nada sungkan.
Lu Sin Kong tahu bahwa orang ini hatinya keji sekali.
Perbuatan apa pun sanggup dilakukannya. Bahkan si Dewa
Gemuk yang menjadi Ciangbunjin perguruan Tai Ci Bun dan
daerah ini merupakan daerah kekuasaannya pun masih
merasa segan terhadap orang ini.
Meskipun mereka suami istri tidak harus takut kepadanya,
namun kalau sudah bertemu tentunya tidak mudah untuk
melepaskan diri. Karena orang itu memperlihatkan sikap
sungkan, kenapa dia sendiri juga tidak ikut berpura-pura saja?
Maka dia segera membalas penghormatan orang itu sambil
menyahut,
"Tidak berani, tidak berani. Nama besar Tuanlah yang
begitu tersohor sehingga tidak ada tandingannya di dunia ini."
122
Wajah orang itu agak berubah mendengar ucapan Lu Sin
Kong.
"Kalau begitu, tentunya Lu Cong Piau Tau tahu siapa
namaku?" tanyanya.
"Cayhe tidak tahu. Tapi di dunia ini, bila menyebut kata
Kim Kut Lau, siapa yang tidak pernah mendengarnya?" sahut
Lu Sin Kong.
"Rupanya begitu." kata orang itu sambil tertawa terkekehkekeh.
"Bila kita sama-sama sudah lama mengetahui nama
masing-masing, sekarang Cayhe mempunyai sebuah
permintaan yang kurang pantas, rasanya Lu Cong Piau Tau
tidak akan menolaknya, bukan?"
Belum lagi Lu Sin Kong menjawab, Sebun It Nio sudah
menukas dengan nada tajam,
"Kim Kut Lau, sudah tahu permintaanmu kurang pantas,
tapi kenapa kau masih berharap orang akan
mengabulkannya?"
Kim Kut Lau tertawa dingin.
"Apakah kalian bahkan tidak memberi kesempatan
kepadaku untuk mengatakannya?" tanyanya.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sama-sama mundur dua
langkah,
"Coba kau katakan dulu!"
"Dengar kabar bahwa kepergian kalian berdua dari kota
Lam Cong kali ini karena mengawal sesuatu barang yang
123
berharga sekali, tujuannya ke Su Cou. Kemungkinan barang
yang kalian bawa itu ada hubungan yang erat sekali
denganku, maka aku ingin menanyakannya, entah Lu Cong
Piau Tau dan Lu Hujin bersedia memberitahukan apa tidak?"
Bagaimanapun, Sebun It Nio memang lebih teliti dari pada
suaminya. Dalam hati dia berpikir, Orang ini tidak ketahuan
marga maupun namanya, hanya saja, dalam mengenakan
pakaian apapun, di lengan kiri bajunya selalu ada sulaman
Tenggorak Emas, maka dia dijuluki Kim Kut Lau. Semua tokoh
di dunia ini selalu ada asal-usul atau nama perguruannya,
hanya orang ini yang misterius sekali, tidak pernah ada yang
tahu siapa gurunya atau berasal dari perguruan mana.
Lima enam tahun yang lalu, di dunia Kang-ouw masih
belum pernah terdengar nama orang ini. Pada suatu hari di
musim gugur, secara berturut-turut, di wilayah Kan Liang dia
melukai Tujuh Harimau dari keluarga Cui. Pada hari keduanya,
dia membuat si Tombak Perak Tan Cu Ciat dari Lan Cui
sampai terluka parah. Bahkan mulai saat ini kedua kaki Tan Cu
Ciat patah dan mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Ketujuh orang pertama yang dilukainya adalah tokoh-tokoh
golongan hitam yang banyak melakukan kejahatan,
sedangkan Tan Cu Ciat justru pendekar dari golongan putih.
Maka dari itu pula, tidak ada orang yang dapat menerka watak
Kim Kut Lau ini. Adatnya angin-anginan. Kadang-kadang dia
sendiri tidak ragu-ragu melakukan perbuatan serendah
apapun, namun ada kalanya dia juga bisa bersikap gagah
seperti seorang pendekar budiman.
Setelah dua hari berturut-turut melukai delapan tokoh
terkemuka, dalam perjalannya dari wilayah Kan Liang ke
selatan, setiap tokoh yang bertemu dengannya selalu
ditantangnya berkelahi, dan semuanya kalah di tangannya.
Maka dalam waktu singkat namanya pun menjadi terkenal.
124
Tapi begitu sampai di Sai Tian Bok, orang-orang hanya
mendengar bahwa dia pernah berselisih beberapa kali dengan
ketua perguruan Tai Ci Bun, selain itu tidak pernah terbetik
kabar beritanya.
Dalam hati Sebun It Nio sendiri sebetulnya sedang
dibingungkan oleh kotak yang mereka kawal. Sekarang dia
mendengar tokoh misterius ini mengatakan bahwa
kemungkinan kotak itu mempunyai hubungan yang erat
dengannya, dan orang itu ingin menanyakannya, maka
pikirannya menjadi tergerak seketika.
Mungkinkah orang ini tahu rahasia kotak yang dikawalnya?
Ataukah ia tahu asal-usul orang yang bernama Ki Hok? Oleh
karena itu dia segera tertawa datar sembari berkata,
"Sebetulnya, mengingat ketulusan hati Tuan yang
menanyakannya, seharusnya kami harus memberitahu. Tapi
urusan ini membuat kami sendiri terbenam dalam kabut tekateki,
kami sendiri bahkan tidak tahu barang apa yang kami
kawal."
Kim Kut Lau tersenyum.
"Lu Hujin, urusan ini penyelesaiannya mudah sekali. Asal
kita buka kotak itu, tentu kita akan segera mengetahuinya,
bukan?"
Wajah Sebun It Nio agak berubah mendengar usulnya.
"Apakah Tuan tidak merasa bahwa ucapan Tuan ini agak
keterlaluan? Kami sudah berjanji untuk mengantarkan kotak
ini ke Su Cou, mana boleh kami membukanya di tengah
jalan?"
125
Sekonyong-konyong Kim Kut Lau menarik nafas panjang.
"Kalau kalian tetap berkeras, mungkin aku terpaksa
bersikap lancang!"
Sembari berbicara, tubuhnya bergerak. Maka Tengkorak
Emas yang tersularn di lengan kiri bajunya ikut bergerak. Raut
wajah orang itu cukup bagus, namun kilauan cahaya dari
Tengkorak Emas di lengannya menimbulkan kesan yang
sangat menyeramkan.
Lu Sin Kong tertawa dingin.
"Entah pusaka apa yang ada dalam kotak yang kami kawal
itu sehingga menarik minat begitu banyak tokoh dunia Bulim.
Seandainya Tuan benar-benar ingin memberikan petunjuk
kepada kami, silahkan mulai!"
Tubuhnya berkelebat, kakinya ditekuk sedikit, kudakudanya
kokoh sekali dan tampangnya menunjukkan wibawa
besar.
Tanpa sadar Kim Kut Lau menyatakan pujiannya,
"Orang bilang bahwa Lu Cong Piau Tau merupakan anak
murid Go Bi Pai dari golongan orang biasa yang paling
menonjol bakatnya, ternyata memang bukan ucapan kosong
belaka!" sembari berbicara, kakinya maju dua langkah.
Namun baru saja dia ingin menerjang ke depan, tiba-tiba
terasa ada angin kuat yang berkesiur di sisinya. Dengan
memanggul batunya yang berat, Yu Lao Pun sudah
menghadang di depannya. Lemak di seluruh tubuhnya tampak
berguncang-guncang.
126
"Sahabat, seandainya kau tetap hendak turun tangan di
Tong Tian Bok ini, maafkan kalau aku tidak bisa mengijinkan,"
katanya.
"Tidak apa-apa, paling aku harus menggebahmu terlebih
dahulu!" bentak Kim Kut Lau sembari mengulurkan tangannya
untuk menekan batu yang dipanggul Yu Lao Pun.
Yu Lao Pun membentak dengan keras dan dengan tibatiba
mengangkat batu besarnya tinggi di atas. Gerakannya ini
jelas telah mengerahkan hawa murni Tai Ci Kangnya sebanyak
tujuh bagian, namun tangan Kim Kut Lau tetap menekan di
atas batu itu, hanya wajahnya saja yang dari putih berubah
menjadi merah padam. Hal ini membuktikan bahwa dia juga
telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengadu
kekuatan dengan si Dewa Gemuk.
Tampak tempat kaki keduanya berpijak semakin lama
semakin melesak ke dalam, bahkan bebatuan yang ada di tepi
sungai itu sampai hancur berderai oleh pijakan kaki atau
getaran kedua orang itu.
Bagaimanapun Lu Sin Kong dan Sebun It Nio juga
terhitung ahli dalam bidang ini. Melihat keadaan kedua orang
itu, mereka tahu bahwa keduanya sedang mengadu kekuatan
tenaga dalam dengan dibatasi oleh batu besar tersebut. Untuk
sesaat pasti sulit menentukan siapa yang akan menang. Kalau
tidak menggunakan kesempatan ini untuk pergi, tunggu kapan
lagi?
Sebun It Nio tertawa panjang.
"Kalian berdua silahkan mengadu ilmu dengan tenang,
maafkan karena kami tidak bisa menemani lebih lama lagi!"
127
Sembari berbicara, tubuhnya melesat ke depan. Sungai
yang lebarnya dua depaan itu berhasil diseberanginya dalam
satu kali lompatan.
Keduanya sudah sampai di seberang.
Namun baru saja mereka bermaksud melangkah pergi,
tiba-tiba terdengar Kim Kut Lau memperdengarkan suaranya
yang tidak mirip tawa atau tangisan. Pokoknya tidak enak
didengar!
Tepat pada saat itu pula terdengar bunyi plok yang keras.
Mereka menolehkan kepalanya untuk melihat, tampak batu
besar yang menjadi senjata andalan si Dewa Gemuk sudah
gompal sebagian. Daerah yang gompal itu bekas tekanan
tangan Kim Kut Lau. Sedangkan orangnya sendiri sudah
mencelat seperti terbang untuk menerjang ke arah mereka.
Tanpa sadar, saat itu juga Lu Sin Kong dan Sebun It Nio
dibuat terpana oleh kejadian itu. Sebab, dalam mengadu
kekuatan antara dua tokoh kelas tinggi, sebelum ada hasilnya,
siapa pun tidak dapat melepaskan diri begitu saja. Yang
mengundurkan diri justru yang akan mengalami kerugian.
Entah ilmu apa yang digunakan oleh si Tengkorak Emas
sehingga dia dapat memisahkan diri dengan mudah dari
lawannya bahkan sempat menerjang ke seberang.
Tampak mimik wajah Yu Lao Pun menyiratkan kemarahan.
"Jangan pergi!" bentaknya.
Kim Kut Lau menerjang keluar dengan mencelat ke atas,
lalu meliukkan tubuhnya lewat bawah. Gerakannya tidak kalah
cepat dengan lawannya. Air bermuncratan kemana-mana.
Sebagian tubuhnya sudah terendam di dalam sungai. Batu
128
besar yang digunakan sebagai senjata langsung dihantamkan
ke atas untuk menyerang dada Kim Kut Lau.
Suara pekikan aneh masih terus berkumandang dari mulut
Kim Kut Lau. Tubuhnya yang sedang mengapung di tengah
udara tahu-tahu mencelat lebih tinggi lagi, setinggi lima ciok.
Sebetulnya dengan melambungnya tubuh orang itu,
senjata Yu Lao Pun tidak mungkin mencapai sasarannya lagi.
Tapi entah jurus apa yang digunakan si Dewa Gemuk itu,
apalagi ditambah dengan hawa murni Tai Ci Kang yang
dikuasainya, walaupun senjatanya sendiri tidak sanggup
mengenai lawan, tapi tenaga pantulannya yang kuat dan
tajam malah terus melanda ke atas.
Tubuh Lim Kut Lau sedang melayang di tengah udara,
maka sulit baginya untuk mengerahkan tenaga dalam. Begitu
kekuatan pantulan batu Yu Lao Pun melanda datang, tanpa
dapat dipertahankan diri lagi, tubuhnya tertahan. Dalam
keadaan genting dia menjulurkan kedua tangannya untuk
diadukan dengan kekuatan batu besar itu, tapi terlambat,
tubuhnya malah terpental ke belakang sejauh tiga depa dan
mendarat kembali di tempatnya semula.
Memang hal ini yang menjadi tujuan Yu Lao Pun, maka dia
pun tertawa terbahak-bahak.
"Sahabat, jangan harap dapat menyeberang!"
Kim Kut Lau juga ikut tertawa.
"Yu Gendut, kau diam saja di sana, aku tidak bisa
menemani lebih lama lagi."
Hati Yu Lao Pun langsung tergerak.
129
"Kau mau ke mana?"
Kim Kut Lau tertawa terbahak-bahak dengan nada aneh.
"Di atas bukit Song Kui Hong aku boleh membuka
pantangan dengan membunuh sepuas hati, kenapa aku tidak
ke sana saja?" katanya.
Bukit Song Kui Hong merupakan markas perguruan Tai Ci
Bun. Anak murid Yu Lao Pun yang sebanyak tiga generasi,
jumlahnya ada delapan puluh orang, dan semuanya tinggal di
bukit itu. Ucapan Kim Kut Lau barusan menyiratkan bahwa dia
akan membunuh seluruh anak muridnya.
Yu Lao Pun sendiri sadar, bahwa kecuali dirinya sendiri,
bila dipaksakan mungkin masih bisa menghadapi Kim Kut Lau
dengan seimbang. Bahkan kedua murid kesayangannya bisa
saja masih belum mampu menandingi orang ini. Bila
membiarkan dia naik ke bukit Song Kui Hong, kemungkinan
perguruan Tai Ci Bun akan musnah di tangannya. Karena itu
hatinya menjadi cemas sekali.
Tapi si Dewa Gemuk juga bukan orang bodoh. Dia tidak
memperlihatkan kepanikan dalam hatinya, malah tertawa
dingin sambil berkata,
"Kalau bukit Song Kui Hong begitu mudah didatangi
musuh, apakah perguruan Tai Ci Bun pantas berdiri di muka
bumi ini?"
"Kalau begitu, tentunya kau mempunyai keberanian untuk
membiarkan aku ke sana bukan?" tantang Kim Kut Lau.
130
"Bagus! Kalau kau mendaki puncak bukit Song Kui Hong,
aku akan mendatangi San Tian Bok untuk mengacak-acak di
sana!" sahut Yu Lao Pun.
Mendengar ucapannya, wajah Kim Kut Lau agak berubah
juga. Kemudian dengan nada tajam dia bertanya,
"Yu Gendut, ucapanmu ini serius apa tidak?"
Hati Yu Lao Pun agak bimbang. Terhadap misteri yang
menyelimuti si tokoh sesat yang menjadi tetangganya ini,
sebetulnya ingin sekali ia mengungkapkan rahasianya. Tapi
sejak kemunculan orang ini, beberapa kali mereka sempat
bergebrak, sayangnya tidak pernah ada hasilnya.
Akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan sungai
ini sebagai batas dunia masing-masing, maka selama
beberapa tahun ini keadaan menjadi aman dan tentram.
Sampai hari ini baru timbul kembali perselisihan di antara
kedua orang. Mendengar nada suara Kim Kut Lau yang seakan
mengandung rasa takut begitu mengetahui dirinya akan
mengunjungi tempat tinggalnya, diam-diam Yu Lao Pun
merasa heran.
"Kau toh akan mendaki bukit Song Kui Hong, tentu aku
harus balas berkunjung ke tempatmu!" katanya.
Kim Kut Lau mengeluarkan suara tertawa yang aneh.
Kemudian dia membalikkan tubuhnya untuk menerjang ke
arah Yu Lao Pun. Gerakannya cepat bagai kilat. Begitu sampai
di tengah sungai, telapak tangannya menghantam. Bumm!! Air
sungai bermuncratan ke mana-mana, orangnya sendiri terus
maju ke depan. Pukulannya semakin cecar, bahkan bebatuan
dalam sungai terbang ke atas lalu menjadi senjata rahasia
yang menyerang ke arah Yu Lao Pun.
131
Sementara itu, Yu Lao Pun sendiri seakan tidak
mempedulikan air sungai yang seperti air mancur menari-nari
itu. Seluruh tubuhnya dilindungi dengan hawa murni Tai Ci
Kangnya, maka meskipun bebatuan yang dihantam Kim Kut
Lau menerpa seluruh tubuhnya, tapi batu-batu itu terpental
kembali. Orang-nya sendiri tetap berjalan dengan langkah
lebar untuk menyeberangi sungai itu.
Melihat keadaan ini, Sebun It Nio berkata kepada Lu Sin
Kong dengan suara rendah,
"Mari kita pergi!"
Lu Sin Kong menganggukkan kepalanya. Selagi kedua
pihak sibuk dengan urusan mereka, dia dan istrinya segera
meninggalkan tempat itu dengan diam-diam.
Tentu saja Yu Lao Pun dan Kim Kut Lau melihat kepergian
kedua orang itu. Namun keduanya tidak berdaya, sebab
mengalihkan perhatian sedikit saja, lawan akan menggunakan
kesempatan itu untuk membokong. Karena itu mereka hanya
dapat memandangi bayangan tubuh Lu Sin Kong dan Sebun It
Nio yang menghilang di tikungan sebuah bukit.
Kim Kut Lau tertawa dingin.
"Yu Gendut, apakah antara kita tidak bisa disatukan lagi?"
tanyanya.
Yu Lao Pun sadar, kali ini persengketaannya dengan
manusia aneh ini sudah semakin dalam. Terdengar dia
mengeluarkan suara siulan panjang, dan suara itu
berkumandang sampai jauh.
132
"Betul. Kita tidak mungkin bersatu lagi," katanya
kemudian.
Wajah Kim Kut Lau berubah angker.
"Yu Gendut, kau kira aku ini benar-benar takut terhadap
perguruan Tai Cin Bun? Terus terang saja, kalau karena bukan
masih ada sedikit kebaikan dalam diriku ini, sejak dulu aku
sudah rnemusnahkan perguruanmu itu?"
"Bila kau berminat memusnahkannya sekarang, rasanya
masih belum terlambat!" sahut Yu Lao Pun dengan nada yang
tidak kalah dinginnya.
Kim Kut Lau tertawa terbahak-bahak.
"Yu Gendut, sekarang sepasang suami istri Lu Cong Piau
Tau sudah pergi. Apa sebetulnya yang ingin kau dapatkan dari
mereka?"
Yu Lao Pun melihat lawannya masih belum turun tangan
juga, malah mengajukan pertanyaan seperti ini, hatinya
menjadi bimbang.
"Kau sendiri? Apa yang ingin kau dapatkan?" ia balik
bertanya.
"Benda yang ingin kudapatkan itu, sedikit pun tidak ada
manfaatnya bagimu, tapi kau masih turun tangan juga. Hal ini
membuktikan bahwa kau pasti keliru," kata Kim Kut Lau.
Yu Lao Pun tertawa dingin.
"Lucu! Keliru atau tidak, apa urusannya denganmu?"
133
"Kalau kau tidak bersedia mengatakannya, aku juga tidak
akan memaksamu," kata Kim Kut Lau sambil berjalan mondarmandir.
"Kau toh tinggal di Tong Tian Bok, memangnya aku
bisa mengusirmu? Yu Gendut, minggirlah, kita hentikan saja
pertarungan ini untuk sementara!"
Yu Lao Pun tertawa dingin.
"Betul. Kalau aku minggir, kau bisa pergi mengejar kedua
suami istri itu bukan?"
"Kau kira aku tidak bisa menerobos?"
"Coba saja!" tantang Yu Lao Pun.
Meskipun mulut mereka saling berdebat, tapi siapa pun
tidak ada maksud untuk menyerang terlebih dahulu. Keduanya
berdiri tegak saling menunggu.
Sekarang kita tinggalkan dulu Kim Kut Lau dan Yu Lao Pun
yang masih berkutet di tepi sungai. Kita kembali kepada Lu Sin
Kong dan Sebun It Nio, yang sedang meneruskan perjalannya.
Mereka berlari dan karena dari belakang tidak terlihat ada
yang mengejar, maka keduanya melambatkan langkah
kakinya.
"Kita sudah dua kali memeriksa kotak itu, di dalamnya
kosong melompong. Kenapa mereka masih saja mengintil
kita?" kata Sebun It Nio dengan nada tidak habis mengerti.
"Masih ada satu hal lagi yang membingungkan. Baru
beberapa hari kita menerima barang kawalan ini, di Lam Cong,
tapi kenapa sepertinya tokoh-tokoh di seluruh dunia sudah
mengetahui hal ini?" sambung Lu Sin Kong.
134
Sebun It Nio merenung sejenak, kemudian dengan tibatiba
mengeluarkan seruan terkejut. "Ah! Aku mengerti
sekarang!"
"Apa yang kau mengerti?" tanya sang suami.
-ooo0ooo-
Bab 6
Ditanya begitu Lu Hujin diam sesaat seperti ragu namun
dia kembali berkata,
"Kita telah diperalat orang. Dengan kata lain, kita dijadikan
umpan. Pasti ada suatu barang yang penting sekali harus
diantarkan ke tangan si Pecut Emas-Han Sun di Su Cou. Tapi
mereka takut banyak orang yang mengincar di tengah jalan.
Maka pihak lawan pura-pura menitipkan kotak kosong ini ke
tangan kita, agar kita mengantarnya sendiri. Sementara itu,
barang yang asli dibawa oleh orang lain secara diam-diam.
Perhatikan seluruh tokoh di dunia Kang-ouw pasti tertuju
kepada kita, dengan demikian barang itu dapat sampai
dengan selamat di tangan si Pecut Emas," kata Sebun It Nio
menjelaskan pemikirannya.
Lu Sin Kong merenung sejenak. Dia merasa apa yang
dikatakan oleh sang istri ada benarnya juga, maka dia berkata
dengan nada marah.
"Kalau benar begitu, sungguh keterlaluan orang yang
menyerahkan kotak kosong ini kepada kita!"
135
Sebun It Nio tertawa dingin.
"Untuk mendapatkan imbalan besar, memang sudah
seharusnya mengeluarkan pengorbanan. Apanya yang
keterlaluan?"
Mendengar nada sindiran istrinya yang menyiratkan
kegilaan dirinya akan harta, Lu Sin Kong merasa malu
sehingga wajahnya berubah merah padam.
"Bagaimana kejadian yang sebenarnya, tidak lama lagi kita
akan tahu. Benar tidaknya dugaanmu itu, untuk sementara
kita juga tidak bisa memastikan."
Sebun It Nio hanya tertawa dingin. Dalam beberapa hari
ini, kehidupan mereka yang biasanya tenang tiba-tiba saja
dilanda berbagai kemelut yang memusingkan. Yang paling
menyedihkan justru kematian anak mereka yang semata
wayang, Lu Leng.
Kepiluan hati mereka tidak terkatakan. Hanya karena
mereka sudah menjadi suami istri selama sepuluh tahun,
maka keduanya sama-sama mengalah. Sampai detik ini,
keduanya tidak pernah bertengkar juga.
Sebun It Nio hanya mendengus. Dia tidak mengatakan
apa-apa lagi. Lu Sin Kong mengajaknya meneruskan
perjalanan.
Sepanjang jalan, pikiran mereka melayang-layang. Kalau
bukan teringat kematian Lu Leng yang mengenaskan, mereka
berpikir tentang kotak misterius yang mereka kawal. Belum
lagi berjaga-jaga terhadap kemunculan para tokoh yang ingin
merebutnya.
136
Tanpa terasa, langit sudah mulai gelap. Tiba-tiba Lu Sin
Kong tertegun,
"Hujin, mengapa kita sudah berjalan begitu lama tapi
masih belum juga keluar dari wilayah Sai Tian Bok?" tanyanya.
Sebun It Nio mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
Tampak pepohonan yang rimbun, dan di sebelah timur ada
sebuah bukit. Ternyata jalan itu sudah pernah mereka lalui
sebelumnya.
"Hujin, daerah Sai Tian Bok ini banyak bukit-bukit, maka
sulit bagi kita untuk menemukan jalan. Sekarang hari sudah
menjelang malam, percuma saja kita putar-putar di sini.
Sebaiknya kita bermalam di tempat ini saja," kata Lu Sin Kong.
"Kalau begitu, keenakkan si Maling Enam Jari itu dapat
hidup lebih lama satu hari lagi," sahut istrinya dengan nada
berapi-api. Rupanya dalam hati wanita itu terus memikirkan
kapan mereka bisa menyerbu ke gunung Bu Yi San untuk
membalas dendam atas kematian anak mereka. Dia berharap
semakin cepat semakin baik, maka dia mengucapkan katakata
seperti itu.
Lu Sin Kong tertawa getir.
"Yang penting kita bisa mengundang jago-jago dari Go Bi
Pai dan Tiam Cong Pai, dengan demikian kita pasti bisa
menuntut balas. Toh tidak mungkin kita lakukan hari ini juga,
beda beberapa hari, kan tidak apa-apa?"
Disaat keduanya terlibat pembicaraan, tiba-tiba di daerah
pegunungan yang gelap terlihat setitik sinar api, dan oleh
karena itu keduanya menjadi tertegun seketika.
137
Tempat mereka berada merupakan daerah pedalaman,
tepatnya di dalam hutan belantara di pegunungan. Gelapnya
tidak terkira, belum lagi suara lolongan srigala dan suara
burung hantu yang menyeramkan. Sungguh sulit dibayangkan
ada manusia yang bersedia membangun rumahnya di tempat
seperti ini!
Kedua orang itu memperhatikan beberapa saat, kemudian
terdengar Lu Sin Kong berkata,
"Hujin, ternyata di sini ada rumah. Bagaimana kalau kita
menumpang barang satu malam saja?"
"Kau ini bagaimana sih? Memangnya kesulitan yang kita
dapatkan sepanjang jalan masih kurang banyak, lalu kau
sekarang malah ingin mengasongkan dirimu sendiri ke rumah
orang?"
Lu Sin Kong tertawa panjang.
"Hujin, apakah kau ketakutan karena digertak oleh orangorang
itu? Sejak meninggalkan kota Lam Cong, entah sudah
berapa banyak jago-jago yang kita temui, apakah kita sempat
terluka sedikit pun juga?"
Sebun It Nio ikut tertawa.
"Apa yang kau katakan memang benar."
Kedua orang itu segera menyusuri jalan menuju sinar itu.
Belum seberapa jauh mereka berjalan, terlihat bahwa sinar itu
ada empat titik. Mereka terus berjalan ke depan. Terlihat di
dalam keremangan malam ada tujuh delapan rumah yang
berderet menjadi satu. Semuanya dibangun dengan batu
138
besar yang kokoh. Di bagian tengah terdapat sebuah pintu
besar berwarna hitam pekat.
Keempat sinar yang mereka lihat tadi terbit dari empat
buah lentera yang tergantung di atas pintu. Lentera-lentera itu
besar sekali, sepertinya terbuat dari emas, dan bentuknya
aneh sekali. Sampai sekian lama mereka memperhatikan, tapi
tetap tidak dapat menerka bentuknya seperti apa.
Tiba-tiba serangkum angin kencang berhembus, membuat
lentera-lentera berputaran beberapa kali. Saat itulah Lu Sin
Kong dan Sebun It Nio baru bisa melihat bentuk lentera
tersebut dengan jelas. Rupanya model lentera itu dibuat
menuruti bentuk tengkorak kepala yang besar sekali.
Hati Sebun It Nio bergidik seketika.
"Tidak disangka-sangka kita malah keliru menerobos ke
sana ke mari, akhirnya ke tempat tinggalnya Kim Kut Lau,"
katanya.
Lu Sin Kong juga tertawa getir.
"Benar-benar kebetulan sekali. Keempat lentera ini
tampaknya baru dinyalakan. Mungkinkah Kim Kut Lau-nya
sendiri sudah pulang?"
Sebun It Nio merenung sejenak.
"Rasanya belum. Kalau dia sudah pulang, masa kita tidak
ketemu dengannya?"
"Hujin, ingatkah kau, tadi Kim Kut Lau mengatakan bahwa
kotak yang kita bawa ini kemungkinan berhubungan
dengannya? Tadinya kita masih belum sadar bahwa diri kita
139
telah diperalat orang sehingga kita tidak memberitahukan
kepadanya bahwa kotak ini sebenarnya kosong. Kalau dipikirpikir,
si Ki Hok itu memang keterlaluan. Kenapa kita tidak
membalasnya? Tidak peduli Kim Kut Lau ada atau tidak, kita
ketuk saja pintunya dan numpang menginap satu malam,"
kata Lu Sin Kong.
Sebun It Nio tertawa dingin.
"Betul. Kita gunakan cara "Senjata makan Tuan","
sahutnya.
Sembari berbicara, mereka berjalan menuju pintu besar
itu. Belum sempat keduanya mengetuk pintu, dari dalam
terdengar suara lembut pertanyaan seorang gadis.
"Siapa yang datang?"
Hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tercekat. Keduanya
berpikir, meskipun mereka tidak sempat meringankan langkah
kaki, tapi orang di dalam rumah bisa tahu kedatangan mereka,
sebenarnya bukan hal yang mudah! Hal ini membuktikan
bahwa pendengaran gadis itu tajam sekali.
Sebun It Nio segera melirik kepada Lu Sin Kong kemudian
berkata,
"Kami kebetulan lewat di tempat ini, mohon dapat
menginap barang semalaman saja."
Untuk beberapa saat tidak terdengar suara gadis itu.
Mungkin ia sedang ragu-ragu. Namun akhirnya terdengar dia
menyahut,
140
"Kalian bisa muncul di tempat ini tentunya kalian juga
orang-orang dari dunia Bulim. Mengapa kalian tidak bermalam
di tempat lain atau meneruskan perjalanan saja? Kenapa
harus datang ke sini untuk mencari kesulitan?"
Mendengar nada suaranya yang lembut dan nyaring, Lu
Sin Kong dan Sebun It Nio menaksir usia gadis itu pasti masih
muda sekali. Dalam hati mereka berpikir, selamanya Kim Kut
Lau terkenal suka malang melintang seorang diri, tidak pernah
terdengar berita bahwa dia mempunyai kekasih atau istri.
Mungkinkah tempat ini bukan kediaman Kim Kut Lau?
Kalau dibilang bukan, kenapa di atas pintunya ada lentera
berbentuk tengkorak kepala manusia?
Sebun It Nio merenung sejenak, kemudian dia bertanya,
"Apakah karena Tuan rumahnya sedang tidak ada, maka
kau merasa tidak leluasa untuk menerima tamu?"
Nada suara gadis itu seakan terkejut sekali,
"Aih, bagaimana kau bisa tahu bahwa Tuan rumah sedang
tidak ada?"
Di saat berbicara, dari dalam pintu terdengar suara
gemerincing yang tidak henti-hentinya.
Tidak lama kemudian suara itu sudah sampai di dekat
mereka, disusul suara Kreakkk! Pintu besar itu telah terbuka.
Sebun It Nio cepat-cepat menjulurkan tangannya untuk
mendorong pintu itu. Setelah diperhatikan sekejap, dia pun
tertegun.
141
Rupanya orang yang membuka pintu itu memang seorang
gadis yang masih muda sekali. Rambutnya yang panjang
terurai sampai ke bahu. Alisnya melengkung seperti bulan
sabit, hidungnya mancung, bibirnya mungil. Cantiknya sampai
sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Namun, pakaian yang dikenakannya sudah lusuh sekali,
bahkan ada beberapa bagian yang sudah koyak, sehingga
lengan kirinya terlihat dari luar. Kulitnya putih mulus, tapi
banyak guratan garis berwarna merah, seakan-akan pernah
dicambuk dengan keras.
Semua ini masih tidak mengherankan. Yang paling aneh
justru di pergelangan tangannya diborgol oleh seutas rantai
besi yang tebal. Rantai itu panjangnya mencapai empat
depaan, terus menjuntai kedalam dan terikat pada sebuah
tiang besar di ruangan.
Sebun It Nio tertegun sesaat. Dia tidak bisa menerka asalusul
gadis itu. Begitu melihat mereka berdua, wajah gadis itu
langsung berubah berseri-seri.
Gadis itu menyembulkan kepalanya keluar untuk melihat
ke sekeliling, lalu bertanya dengan suara rendah,
"Apakah kalian berdua suami istri Lu Cong Piau Tau dan Lu
Hujin dari kota Lam Cong? Cepat masuk ke dalam!"
Kedua orang itu dapat melihat bahwa rantai yang
memborgol kedua tangan gadis itu tidak seberapa panjang,
paling-paling dia bisa berjalan sampai depan pintu untuk
menyalakan lentera-lentera di atasnya. Tapi sekali bicara saja
dia sudah dapat menebak asal-usul mereka, tentu saja mereka
merasa heran. Untuk sesaat keduanya merasa bimbang.
142
Terdengar gadis itu berkata pula,
"Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku tidak bermaksud
jahat!"
Sebun It Nio menjulurkan tangan untuk membelai-belai
kepala gadis itu, sekilas, bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Kalaupun kau bermaksud jahat, kami juga tidak takut.
Bagaimana kau bisa tahu nama kami, apakah Kim Kut Lau
yang mengatakannya?"
Mendengar nama "Kim Kut Lau", rnimik wajah gadis itu
langsung berubah ketakutan,
"Di mana dia?" tanyanya dengan nada bergetar.
Melihat gadis itu begitu cantik, dan sikapnya penurut,
Sebun It Nio membayangkan bahwa gadis itu pasti setiap hari
merasakan siksaan Kim Kut Lau. Maka timbul rasa kasihan dan
sayang dalam hatinya.
"Dia sedang bertarung melawan si Dewa Gemuk Yu Lao
Pun di tepi sungai, untuk sementara pasti tidak bisa
diselesaikan. Meskipun dia pulang, tidak ada yang perlu
ditakuti!"
Wajah gadis itu menyiratkan perasaannya yang agak lega.
Dia mempersilakan kedua orang itu masuk, setelah itu
merapatkan pintunya kembali. Di saat bergerak, rantai
tangannya tidak hentinya mengeluarkan suara gemerincing.
Mereka masuk ke dalam rumah. Lu Sin Kong dan Sebun It
Nio dapat melihat dekorasi di dalamnya yang sederhana
sekali. Bahkan meja dan kursinya juga terbuat dari kayu biasa.
143
Justru tiang tempat mengikat rantai besi di tangan gadis itu
yang terbuat dari baja murni.
Tanpa sungkan-sungkan lagi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio
duduk di atas kursi.
"Aku mempunyai sebuah permintaan, entah kalian dapat
mengabulkannya apa tidak?" tanya gadis itu.
"Ada apa, katakan saja!" sahut Sebun It Nio.
Gadis itu tampak bimbang sejenak, namun akhirnya
berkata juga,
"Ayahku tidak tahu sama sekali bahwa aku ditangkap oleh
Kim Kut Lau lalu ditahan di sini. Seandainya kalian bersedia
memberitahukan kepada ayahku agar beliau bisa datang
memberikan pertolongan, untuk selamanya aku tidak akan
lupa budi ini."
"Siapa ayahmu?" tanya Lu Sin Kong.
Gadis itu menarik nafas panjang.
"Kalian toh akan ke Su Cou. Sesampainya di sana, kalau
bisa mampir sebentar di Kiam Si, maka kalian bisa bertemu
dengannya," sahutnya.
Lu Sin Kong tertawa sumbang.
"Telaga Kiam Si di Hou Yok merupakan tempat yang
sangat terkenal di luar kota Su Cou. Orang yang melancong di
sana tidak terhitung jumlahnya, bagaimana kami bisa tahu
yang mana ayahmu?"
144
"Kalian tunggu sebentar!" kata gadis itu sembari berjalan
menuju sebuah pintu yang terletak di sebelah kiri, lalu masuk
ke dalamnya.
Lu Sin Kong dan Sebun It Nio melihat rantai besi di
tangannya tertarik sampai habis. Berat rantai itu mungkin
mencapai empat lima ratus kati, tapi gadis itu bisa
menggondolnya sambil berjalan ke sana ke mari. Hal ini
membuktikan bahwa tenaga dalamnya sudah mencapai taraf
yang cukup tinggi.
Di saat keduanya sedang berpikir, gadis itu berjalan keluar
kembali dengan sebuah bungkusan di kedua tangannya.
"Setelah sampai di telaga Kiam Si, harap kalian buka
bungkusan ini, ayahku pasti akan datang menemui kalian,"
katanya.
Sebun It Nio menyambut bungkusan itu, yang ternyata
berat sekali.
"Apakah ayahmu selalu ada di sekitar telaga itu?"
tanyanya.
"Betul," sahut gadis itu.
"Apa sebetulnya isi bungkusan ini?" tanya Sebun It Nio
sambil mengulurkan tangannya dengan maksud membuka
bungkusan itu.
"Lu Hujin, sebelum sampai di telaga Kiam Si, jangan
sekali-sekali kalian buka bungkusan itu." cegahnya gadis itu.
145
Mendengar kata-katanya, hati Sebun It Nio langsung
merasa kurang senang. Maka dia menoleh kepada Lu Sin Kong
sambil berkata,
"Bagus sekali! Kita menerima suatu barang untuk dikawal,
tapi isinya kita tidak boleh tahu. Sekarang kita menerima
permintaan orang untuk mencari bantuan, barang yang
dititipkan juga tidak boleh dilihat!"
Sebetulnya hati Lu Sin Kong juga kurang puas mendapat
perlakuan seperti itu. Tapi ketika dia menolehkan kepalanya,
dilihatnya mimik wajah gadis itu menunjukkan kecemasan
yang tidak terkira. Tangannya menjulur untuk mengambil
kembali bungkusan itu, namun sepertinya ragu-ragu, mungkin
takut Sebun It Nio akan tersinggung.
Lu Sin Kong merasa iba melihatnya. Setelah
memperhatikan sejenak, dia tersenyum,
"Hujin, usianya masih muda, tindakannya tentu saja tidak
dapat disamakan dengan orang dewasa, kenapa kau harus
perhitungkan dengannya? Kembalikan saja bungkusan itu
kepadanya!"
Mimik wajah gadis itu bertambah cemas, bahkan air
matanya sudah mengembang.
"Apakah kalian berdua tidak sudi menolong sama sekali?"
tanyanya panik.
Lu Sin Kong tertawa.
"Kau meminta kami menemui ayahmum, tujuan-nya agar
dia bisa datang ke mari menolongmu bukan?"
146
Dengan air mata menetes, gadis itu menganggukkan
kepalanya.
"Itu dia. Kalau sekarang kami membebaskanmu, kan sama
saja?" kata Lu Sin Kong.
Mimik wajah gadis itu menyiratkan perasaan kurang
percaya.
"Kalian berdua sudi menyampaikan keadaanku ini kepada
ayahku saja, aku sudah berterima kasih sekali. Aku tidak
berani mengharap kalian berdua memikul bahaya sebesar ini."
"Kalau kami menolongmu, paling-paling menambah
perselisihan dengan Kim Kut Lau. Apanya yang harus
ditakutkan?" kata Lu Sin Kong.
Gadis itu seakan ingin mengatakan sesuatu namun
dibatalkannya. Maka Sebun It Nio langsung menukas,
"Mengharap kami menolongmu sebetulnya tidak sulit, asal
kau mau mengatakan dengan terus terang, siapa namamu,
siapa nama ayahmu!"
"Ayah bernama Tam Sen, aku bernama Tam Goat Hua,"
sahut gadis itu.
Sebun It Nio merasa bahwa di dunia Bulim tidak ada tokoh
yang bernama Tam Sen, apalagi nama Tam Goat Hua, dia
belum pernah mendengarnya sekalipun. Tapi mimik wajah
gadis itu menunjukkan bahwa dia tidak berbohong, maka dia
bertanya,
"Ayahmu pasti tokoh Bulim juga. Bolehkah kami tahu dia
berasal dari partai atau perguruan apa?"
147
"Harap Lu Hujin maafkan, ayahku dari partai atau
perguruan mana, aku sendiri tidak tahu," sahut Tam Goat
Hua.
Dalam hati Sebun It Nio berpikir, mengapa dalam
beberapa hari ini, urusan seaneh apa pun pernah mereka
temui. Masa ada puteri sendiri yang tidak tahu asal-usul partai
atau perguruan ayahnya?
Baru saja dia ingin bertanya lagi, tiba-tiba Lu Sin Kong
mengeluarkan siulan panjang, jari tangannya mengirimkan
sebuah totokan ke dada Tam Goat Hua. Gadis itu
memandangnya dengan mata terbelalak, namun tidak bisa
bergerak sedikit pun.
Serangan yang dilakukan oleh Lu Sin Kong sebenarnya
hanya untuk menyelidiki asal-usul gadis itu.
Tidak tahunya Tam Goat Hua tidak bergerak sama sekali.
Dalam hati Lu Sin Kong berpikir, ketenangan Tam Goat Hua
dalam menghadapi lawan sudah mencapai taraf air muka tak
berubah walau gunung runtuh di hadapannya.
Dalam hatinya sudah tahu, gadis itu amat cerdik dan
banyak akalnya. Dia juga berpikir tidak peduli gadis itu dari
golongan lurus atau dari golongan sesat, yang jelas Kim Kut
Lau bukan orang baik.
Gadis itu berada di tempat ini, sekujur badan pun terdapat
bekas cambukan. Kini dia bertemu dengannya, kenapa tidak
menolongnya?
Lu Sin Kong tersenyum seraya berkata,
148
"Nona Tam, legakanlah hatimu! Kami sudah bilang
bersedia menolongmu, tentunya kami pun sudah siap
menghadapi risikonya."
"Kalau begitu...," ucap Tam Goat Hua. "Aku amat
berterima kasih sekali."
Tiba-tiba Lu Sin Kong mengerutkan kening. Ternyata dia
melihat lengan gadis itu pun diborgol dengan besi tebal.
Kecuali dengan pedang pusaka, barulah dapat memutuskan
borgol itu.
Lagipula, walau punya pedang pusaka, juga harus berhatihati
memutuskan borgol tersebut. Sebab kalau tidak,
lengannya pun akan putus terbacok. Itu membuat Lu Sin Kong
membungkam, dan tanpa sadar dia pun menggelenggelengkan
kepala.
"Borgol di lengan itu tidak dapat diputuskan," kata Sebun
It Nio dan menambahkan, "Kenapa kita tidak memutuskan
rantai besi itu saja?"
Perkata itu menyadarkan Lu Sin Kong. Maka, dia
memandang rantai besi itu seraya berkata, "Hujin, ambilkan
golok Leng Ji!"
Sebun It Nio tahu bahwa golok milik putranya amat tajam.
Kalau menggunakannya disertai dengan tenaga dalam,
tentunya tidak sulit memutuskan rantai besi itu.
Dia mengangguk, kemudian merogoh ke dalam bajunya
dan terdengar suara "Cring", golok tersebut sudah berada di
tangannya.
149
Begitu golok itu berada di tangan Sebun It Nio, mendadak
Tam Goat Hua berseru tak tertahan. "Haah? Golok ini?"
Namun kemudian gadis tersebut diam, tidak
melanjutkannya.
Hal itu membuat Sebun It Nio merasa heran.
"Kenapa golok ini?" tanyanya.
"Golok ini...," sahut Tam Goat Hua agak tersendatsendat."...
dapatkah memutuskan besi?"
Sebun It Nio tahu bahwa apa yang akan dikatakan Tam
Goat Hua, bukanlah perkataan tersebut. Golok itu
diketemukan di luar kota Lam Cong ratusan mil jauhnya, itu
betul-betul merupakan suatu teka-teki.
Namun dapat dipastikan bahwa golok itu pasti erat
hubungannya dengan orang yang mencelakai Lu Leng.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin Sebun lt Nio begitu
gampang melepaskan.
"Kau pernah melihat golok ini?" tanyanya lagi.
Tam Goat Hua tidak menyahut.
Sebun It Nio menatapnya tajam, kemudian berkata, "Kalau
kau mengharapkan pertolongan kami, haruslah berkata
sejujurnya!"
Wajah Tam Goat Hua kemerah-merahan, lalu ia
menundukkan kepala.
150
Saat ini, Lu Sin Kong juga dapat melihat akan keanehan
urusan itu. Maka dia segera berkata,
"Nona Tam, terus terang sebetulnya golok ini milik
putraku, tapi...."
Sebelum Lu Sin Kong menyelesaikan ucapannya, Sebun It
Nio sudah melototinya. Lu Sin Kong tahu bahwa istrinya
melarangnya membocorkan tentang musibah tersebut, agar
orang luar tidak mengetahuinya. Akhirnya dia menghela nafas
panjang seraya berkata,
"Tentunya dulu kau tidak pernah melihat golok ini. Kalau
belum lama ini kau pernah melihat golok ini, biar
bagaimanapun harap kau sudi menutur tentang kejadiannya
itu, lebih baik sejelas-jelasnya!"
Seusai Lu Sin Kong berkata, Tam Goat Hua
memberitahukan.
"Tiga hari yang lalu, aku memang pernah melihat golok
ini."
Tersentak hati Sebun It Nio mendengar ucapan itu.
"Ketika itu, golok ini berada di tangan siapa?" tanyanya.
"Aku tidak melihat dengan jelas," sahut Tam Goat Hua.
"Tiga hari yang lalu, ketika Kim Kut Lau mencambuki
diriku, dia pun memaksaku menceritakan suatu urusan. Dalam
kurun waktu setengah tahun ini, dia mengurung diriku di sini
dan setiap hari menyiksaku, tujuannya memaksaku
menceritakan rahasia itu, namun aku tidak mau...."
151
"Cepatlah kau ceritakan tentang golok ini!" desak Sebun It
Nio.
Tam Goat Hua mengangguk, kemudian berkata.
"Ketika itu hari sudah menjelang malam, mendadak di luar
terdengar suara yang amat lirih. Tak seberapa lama kemudian
terdengar pula suara seseorang di luar. "Saudara Chiang ada?"
Begitu mendengar suara itu, Kim Kut Lau segera menyeretku
ke ruang sebelah, sekaligus menutup pintu ruang itu. Tak
lama, aku mendengar suara langkah masuk ke dalam. Karena
merasa heran, aku mengintip melalui cela-cela daun pintu.
Dalam kegelapan tampak Kim Kut Lau bercakap-cakap dengan
seseorang. Barulah aku tahu bahwa orang itu kaum rimba
persilatan, dan aku pun tahu bahwa Kim Kut Lau bermarga
Chiang."
"Lalu siapa orang itu?" tanya Lu Sin Kong.
"Aku tidak melihat wajahnya," sahut Tam Goat Hua.
"Hanya melihat punggungnya. Mereka berdua bercakap-cakap
dengan suara rendah, maka aku tidak dapat mendengar
dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Di saat bersamaan,
mendadak terdengar suara harpa...."
Mendengar sampai di situ, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio
nyaris meloncat saking terkejutnya. "Suara harpa?"
Terbelalak Tam Goat Hua memandang mereka. Gadis itu
merasa heran kenapa suami istri itu tampak begitu terkejut?
Kemudian ia manggut-manggut dan melanjutkan,
"Memang suara harpa. Suara itu begitu lembut
menggetarkan. Kim Kut Lau dan orang itu bangkit berdiri
152
serentak. Saat itu, barulah kulihat wajah orang tersebut.
Pakaiannya mewah tapi dandanannya mirip pengurus rumah."
Tersentak lagi hati Lu Sin Kong dan membatin,
mungkinkah Ki Hok?
Sedangkan Tam Goat Hua melanjutkan.
"Suara harpa masuk ke dalam rumah. Aku ingin melihat
orangnya, tapi tidak terlihat jelas, hanya tampak cahaya golok
berkelebat, yakni golok ini."
Sebun It Nio segera bertanya,
"Siapa yang memegang golok ini?"
Tam Goat Hua berpikir sejenak.
"Aku pikir pasti pemetik harpa itu, sebab sebelah
tangannya terdapat enam jari," jawabnya kemudian.
Sebun It Nio langsung mencaci sengit. "Jahanam!"
"Aku pernah dengar...," kata Tam Goat Hua. "Liok Ci
Siansing dari gunung Bu Yi San Hok Kian, paling gemar main
harpa. Aku kira dialah orangnya."
Sebun It Nio berkeretak gigi seraya berkata,
"Tentu dia! Selain dia siapa lagi?"
"Setelah cahaya golok itu sirna...," Lanjut Tam Goat Hua.
"Mereka bertiga bercakap-cakap dengan suara rendah, maka
aku tidak mendengar jelas percakapan mereka. Kemudian Kim
153
Kut Lau mengantar tamu-tamu itu keluar. Setelah itu, dia
menyeretku keluar pula, dan bertanya padaku apakah aku tadi
mencuri melihat. Tentunya aku menjawab tidak, barulah dia
melepaskanku."
"Terimakasih kau telah menutur tentang itu kepadaku,"
ucap Sebun It Nio dan mendadak dia mengayunkan
tangannya.
"Cring!" Ternyata dia mulai memotong rantai besi dengan
golok yang dipegangnya.
Putuslah rantai itu, namun masih tersisa di lengan Tam
Goat Hua.
Gadis itu mengibaskan lengannya sehingga terdengar
suara menderu dan....
"Plak!" Sisa rantai besi di lengannya menghantam ujung
meja batu, sehingga membuat ujung meja batu itu hancur
lebur.
Tam Goat Hua tertawa gembira.
"Bagus! Sisa rantai besi di lenganku ini menjadi semacam
senjata istimewa. Lu Hujin, tolong potong rantai besi yang di
lengan kiriku!"
Lu Sin Kong tahu, bahwa golok itu bukan golok pusaka
yang dapat memotong besi. Kalau ingin memotong rantai besi
itu, haruslah menggunakan Lweekang. Oleh karena itu, dia
berkata pada istrinya.
"Hujin, berikan golok itu kepadaku!"
154
Sebun It Nio mengangguk, lalu menyerahkan golok itu
kepada suaminya. Setelah menerima golok itu, Lu Sin Kong
mengerahkan Lweekangnya, lalu menebas rantai besi itu.
"Cring!"
Putuslah rantai besi itu, tapi tetap tersisa seperti yang di
lengan kanan gadis itu.
Terdengar suara seruan gembira, kemudian Tam Goat Hua
menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua orang itu.
"Terima kasih atas pertolongan kalian berdua!" ucapnya.
"Biar bagaimanapun, aku tidak akan bilang kalian berdua yang
menolongku, kalian berdua boleh berlega hati!"
Lu Sin Kong tersenyum.
"Orang gagah bertanggung jawab atas perbuatannya. Kau
bilangpun kami tidak takut!"
Bibir Tam Goat Hua tampak bergerak sedikit. Sepertinya
dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak dicetuskannya,
melainkan berkata,
"Apakah kalian berdua masih mau bermalam di sini?"
"Tidak salah," sahut Lu Sin Kong.
"Lweekang kalian berdua sungguh tinggi, tentunya tidak
takut pada Kim Kut Lau," kata Tam Goat Hua. "Tapi tahukah
kalian berdua, siapa guru Kim Kut Lau?"