Ustadz Reza, mendakwahkan Agama harus dg Ilmu, kalau tidak dg Ilmu akan sesat dan menyesatkan. Agama ini dibangun berlandaskan Ilmu ( AQ dan Asunnah dan memahaminya sebagaimana Sahabah r.a memahami, lih : An-Nissa 115 ) ), berbeda dg agama lain, yg sudah tercampur baur dg perkataan manusia ( filsafat,episitemology/Sophia produk akal,etc,etc ), jadi mendakwahkan dan beramal di-dalam agama al-islam ini juga harus ada hujjah/ilmunya, bukan berdasarkan AKAL SEMATA, perhatikan firman-Nya : "Katakanlah ( wahai Nabi ) : Inilah jalanku yang aku berdakwah kepada (agama ) Allah di-atas ilmu ( Ilmu Dien ), yaitu aku dan orang-orang yang mengikuti jalanku. Maha suci Allah sedangkan aku bukan termasuk dari golongan orang-orang musyrik." (QS.Yusuf : 108 ). Qul haadzihii sabiilii ad'uu ilallaahi 'alaabashiiratin ana wa manit taba'anii wasubhaanallahi wa maa ana minal musyrikiin. Allah jadikan ahli ilmu tempat untuk bertanya tentang Agama-Nya. "Tanyalah kepada ahli Ilmu ( Ulama ) jika kamu tidak mengetahui. ( Al-Anbiyaa':7). Fas aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta'lamuun. Lalu yang TAKUT kepada-Nya menurut Allah Swt adalah Orang2 yang ber-Ilmu (Ulama ).See Al-Qur'an. BAHAYA BICARA AGAMA TANPA ILMU Memahami ilmu agama merupakan perkara sangat penting bagi setiap muslim dan muslimah. Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda : Menuntut ilmu ( Dien ) merupakan kewajiban ( Fardhu Ain’ ) atas setiap muslim.(Hadits Shahih, Ibnu Majah no. 224, dari Anas bin Malik). Allah mencela kebodohan, Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara kepada mereka dan Kami kumpulkan pula segala sesuatu di hadapan mereka niscaya mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (bodoh). (Al-An’am : 11) Agama adalah apa yang telah dikatakan Allah dalam kitabNya Al-Qur’anul Karim dan sabda RasulNya dalam Sunnahnya. Oleh karena itu berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Allah dan RasulNya termasuk kebodohan yang sangat berbahaya. Berbicara hanya berdasarkan akal, perasaan, dugaan, dan perkiraan, atau pendapat pribadi semata (hawa nafsu) dapat sesat dan menyesatkan orang lain, beberapa bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu : Hal ini merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tanpa ilmu)." (Al-A’raf:33) Imam Ibnul Qayyim ( beliau adalah murid dari Ibn Taimiyah ) meenjelaskan, Allah mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan menjadi empat tingkatan. Dia memulai dari yang terendah yaitu perbuatan-perbuatan keji, kemudian dosa dan kezhaliman, kemudian menyekutukan Allah (syirik), kemudian yang paling besar keharamannya yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Hal itu meliputi berbicara tentang Allah tanpa ilmu di dalam nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya dan di dalam agamaNya dan syari’atNya. Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata : “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara besar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi dari perbuatan syirik . Karena di dalam ayat tersebut Allah mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai dari terendah sampai yang paling tinggi. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan salah satu bentuk dusta atas nama Allah, yang merupakan kezhaliman terbesar. “Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (Al-An’am:144) Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain. Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda : Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang alimpun , orang-orangpun mengangkat pemimpin-peminpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan orang lain. (Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 100). Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikat mengikuti hawa nafsu. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50) Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Hujuraat:1). Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang disesatkan. Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda : Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (Hadits Shahih Muslim no. 2674, dari Abu Hurairah). Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung jawab. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak meempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al-Isra’:36). Diantara hukum yang dapat dikeluarkan dari ayat yang mulia ini ialah : Larangan menetapkan sesuatu, baik dengan perkataan atau perbuatan tanpa ilmu. Ilmu terlebih dahulu sebalum berkata dan berbuat. Islam mendasari segala sesuatu dengan ilmu. Orang yang berbicara tentang Allah tanpa Ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maa-idah:44) Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maa-idah:45) Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maa-idah:45). =========== Maraji : Majalah As-Sunnah 2/VI/1423H Al-Masaa-il jilid 4, Abdul Hakim bin Amir Abdat